kisah perjalanan waktu secangkir
susu panas
Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) menjadikan jarak dan waktu tidak menjadi masalah. Perangkat TIK dalam
genggaman semakin manusia merasa secara leluasa bisa kontak siapa saja, dimana
saja. Pengguna telpon genggam atau alat lainnya, kalau di tangan anak bisa
menjurus ke skala anti sosial. Anak bisa asyik menyendiri dengan alat
canggihnya. Tak perlu tatap muka dengan orang lain.
Orang kantoran seolah wajib
mempunyai seperangkat alat TIK, entah apa namanya, kemanfaatannya tergantung
yang empunya. Tanpa survei terencana, namun terindikasi bahwa sepulang dari
kantor, si pemegang alat TIK masih sibuk dan merasa berat untuk melepaskannya. Sudah
menyatu dengan jiwa raganya. Dampaknya bagi keluarga sudah masuk kategori
bencana keluarga. Tidak pandang bulu, apakah orang kantoran itu kaum adam atau
dari kalangan kaum hawa.
Banyak artikel, walau tak sampai
disertasi (?), yang menggambarkan efek domino dari penggunaan alat TIK secara tak
beretika, tanpa kode etik tak tertulis, tanpa mengenal batas kewajaran.
Namanya kisah, tentang seorang orang
kantoran dari kawanan kaum hawa. Kendati sampai rumah malam hari, suami
menanti, sesampai di rumah langsung tangan sibuk otak-atik alat TIK-nya. Seolah
hidup sendiri. Tidak ada komunikasi dengan suami yang seharian jaga rumah,
karena sedang menikmati masa pensiun dari PNS saat itu.
Ini baru kisah awal, kisah
pemanasan.
Kisah selanjutnya, saat hari ahad,
pagi hari sang isteri sibuk berkebun. Suami juga punya kesibukkan sendiri.
Namanya sehat, yang semula tampak sehat, tanpa sinyal sang suami merasa tidak
nyaman badan. Perlu tindakan merebahkan diri, meluruskan anggota badan dan
menarik nafas segar. Tahu sang isteri sibuk dan yang tak pernah jauh dari alat
TIK-nya, karena terdesak rasa haus, sang suami kirim sms ke isterinya. Minta tolong
dibuatkan susu hangat di cangkir yang biasa dipakai.
Selang beberapa waktu, mungkin dalam
hitungan nyaris satu jam, sang isteri masuk langsung ke dapur. Terdengar suara
air dituang ke panik, suara kompor menyala. Sang suami agak tenang karena
mendengar suara cangkir aluminiumnya sedang dituang gula pasir.
Nyaris setengah jam berjuang di
dapur, sang isteri keluar tanpa kata.
Jarum panjang jam dinding sudah
berputar lebih dari dua kali, secangkir susu belum diantar. Keburu ingin ke
belakang, sang suami bangun apa adanya. Usai buang air kecil di KM/WC, sang
suami ke dapur. Haus jilid ketiga. Dilihatnya di meja dapur, secangkir susu usai
dituang air mendidih. Menunggu siap hirup dan teguk, butuh berapa sebentar. Apakah
bisa dalam hitungan menit. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar