Halaman

Senin, 15 Agustus 2016

kisah perjalanan waktu secangkir susu panas



kisah perjalanan waktu secangkir susu panas

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menjadikan jarak dan waktu tidak menjadi masalah. Perangkat TIK dalam genggaman semakin manusia merasa secara leluasa bisa kontak siapa saja, dimana saja. Pengguna telpon genggam atau alat lainnya, kalau di tangan anak bisa menjurus ke skala anti sosial. Anak bisa asyik menyendiri dengan alat canggihnya. Tak perlu tatap muka dengan orang lain.

Orang kantoran seolah wajib mempunyai seperangkat alat TIK, entah apa namanya, kemanfaatannya tergantung yang empunya. Tanpa survei terencana, namun terindikasi bahwa sepulang dari kantor, si pemegang alat TIK masih sibuk dan merasa berat untuk melepaskannya. Sudah menyatu dengan jiwa raganya. Dampaknya bagi keluarga sudah masuk kategori bencana keluarga. Tidak pandang bulu, apakah orang kantoran itu kaum adam atau dari kalangan kaum hawa.

Banyak artikel, walau tak sampai disertasi (?), yang menggambarkan efek domino dari penggunaan alat TIK secara tak beretika, tanpa kode etik tak tertulis, tanpa mengenal batas kewajaran.

Namanya kisah, tentang seorang orang kantoran dari kawanan kaum hawa. Kendati sampai rumah malam hari, suami menanti, sesampai di rumah langsung tangan sibuk otak-atik alat TIK-nya. Seolah hidup sendiri. Tidak ada komunikasi dengan suami yang seharian jaga rumah, karena sedang menikmati masa pensiun dari PNS saat itu.

Ini baru kisah awal, kisah pemanasan.

Kisah selanjutnya, saat hari ahad, pagi hari sang isteri sibuk berkebun. Suami juga punya kesibukkan sendiri. Namanya sehat, yang semula tampak sehat, tanpa sinyal sang suami merasa tidak nyaman badan. Perlu tindakan merebahkan diri, meluruskan anggota badan dan menarik nafas segar. Tahu sang isteri sibuk dan yang tak pernah jauh dari alat TIK-nya, karena terdesak rasa haus, sang suami kirim sms ke isterinya. Minta tolong dibuatkan susu hangat di cangkir yang biasa dipakai.

Selang beberapa waktu, mungkin dalam hitungan nyaris satu jam, sang isteri masuk langsung ke dapur. Terdengar suara air dituang ke panik, suara kompor menyala. Sang suami agak tenang karena mendengar suara cangkir aluminiumnya sedang dituang gula pasir.

Nyaris setengah jam berjuang di dapur, sang isteri keluar tanpa kata.

Jarum panjang jam dinding sudah berputar lebih dari dua kali, secangkir susu belum diantar. Keburu ingin ke belakang, sang suami bangun apa adanya. Usai buang air kecil di KM/WC, sang suami ke dapur. Haus jilid ketiga. Dilihatnya di meja dapur, secangkir susu usai dituang air mendidih. Menunggu siap hirup dan teguk, butuh berapa sebentar. Apakah bisa dalam hitungan menit. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar