Halaman

Sabtu, 06 Agustus 2016

Taruhan Pengaruh Kekuasaan



Taruhan Pengaruh Kekuasaan

Semua orang yang bekerja, tujuannya tak beda jauh yaitu mengumpulkan uang. Perjalanan waktu, pertambahan usia, perwujudan cita-cita berakibat niat awal mengalami penyesuaian. Pandangan hidup yang semula lurus ke depan, fokus kepekerjaan, memasuki dunia yang lebih luas, berbagai kemungkinan terjadi dan tidak bisa dihindari. Kesempatan yang tidak mungkin datang lagi, memanfaatkan kesempatan sebaik mungkin.

Kondisi lain, karena faktor keahlian bisa rangkap jabatan, bisa dimintai jasanya oleh pihak manapun. Karena faktor kekuasaan formal yang disandang penyelenggara negara, bisa menanamkan kuku di mana saja. Pihak swasta, pemodal, pelaku ekonomi, karena faktor kekayaan, pengaruhnya bisa melebihi para penyelenggara negara. Tak terkecuali di kalangan militer, bisnis militer sebagai pasal yang dibuat legal. Apakah bisnis militer dengan berbagai bentuknya terkait kesejahteraan prajurit, hanya mereka yang tahu.

Tindakan apa yang akan kita lakukan. Apakah ikut arus tetapi jangan terbawa arus. Apakah mencari “pegangan” agar tak terbawa arus atau justru sengaja ikut arus, bagian dari yang ikut arus, yang menghanyutkan dan melenakan. Prinsip yang harus dibina yaitu jangan sampai seperti tikus mati di lumbung.

Di kalangan dunia hitam, pelaku kriminialitas, mereka mengenal aturan main. Tidak main sendiri. Ada pembagian wilayah atau teritorial kerja. Penjahat dengan spesialisasi, mempunyai organisasi. Peran antar geng penjahat, antar kelompok preman sebagai ekses perebutan daerah kekuasaan yang secara ekonomi masuk kategori “basah”. Rahasia umum, kalangan penjahat bisa melakukan “komunikasi dan koordinasi” dengan aparat keamanan, pihak berwajib, aparat penegak hukum. Benang merahnya adalah demi kesejahteraan bersama. Mereka tidak mau kalah dengan pemerintah bersama DPR menetapkan UU, terjadi jual beli pasal.

Muncul polemik pasca bandar narkoba klas wahid, Freddy Budiman, dieksekusi mati, tentang pihak mana saja yang berkongsi, berkolaborasi dengannya. Padahal “nyanyian” tersebut merupakan “lagu lama”. Wajar, sah-sah saja jika ada berbagai pihak yang kebakaran jenggot. Jalur hukumlah yang akan memutuskan pihak mana yang nama baiknya tercemar atau kebalikannya oknum mana yang melakukan tindak tercemar. Jangan lupa, dunia hukum di Indonesia bisa terjadi jual beli perkara. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar