Taruhan Pengaruh Kekuasaan
Semua orang yang bekerja, tujuannya tak beda jauh
yaitu mengumpulkan uang. Perjalanan waktu, pertambahan usia, perwujudan
cita-cita berakibat niat awal mengalami penyesuaian. Pandangan hidup yang
semula lurus ke depan, fokus kepekerjaan, memasuki dunia yang lebih luas,
berbagai kemungkinan terjadi dan tidak bisa dihindari. Kesempatan yang tidak
mungkin datang lagi, memanfaatkan kesempatan sebaik mungkin.
Kondisi lain, karena faktor keahlian bisa rangkap
jabatan, bisa dimintai jasanya oleh pihak manapun. Karena faktor kekuasaan
formal yang disandang penyelenggara negara, bisa menanamkan kuku di mana saja.
Pihak swasta, pemodal, pelaku ekonomi, karena faktor kekayaan, pengaruhnya bisa
melebihi para penyelenggara negara. Tak terkecuali di kalangan militer, bisnis
militer sebagai pasal yang dibuat legal. Apakah bisnis militer dengan berbagai
bentuknya terkait kesejahteraan prajurit, hanya mereka yang tahu.
Tindakan apa yang akan kita lakukan. Apakah ikut
arus tetapi jangan terbawa arus. Apakah mencari “pegangan” agar tak terbawa
arus atau justru sengaja ikut arus, bagian dari yang ikut arus, yang
menghanyutkan dan melenakan. Prinsip yang harus dibina yaitu jangan sampai
seperti tikus mati di lumbung.
Di kalangan dunia hitam, pelaku kriminialitas,
mereka mengenal aturan main. Tidak main sendiri. Ada pembagian wilayah atau
teritorial kerja. Penjahat dengan spesialisasi, mempunyai organisasi. Peran antar
geng penjahat, antar kelompok preman sebagai ekses perebutan daerah kekuasaan yang
secara ekonomi masuk kategori “basah”. Rahasia umum, kalangan penjahat bisa
melakukan “komunikasi dan koordinasi” dengan aparat keamanan, pihak berwajib,
aparat penegak hukum. Benang merahnya adalah demi kesejahteraan bersama. Mereka
tidak mau kalah dengan pemerintah bersama DPR menetapkan UU, terjadi jual beli
pasal.
Muncul polemik pasca bandar narkoba klas wahid,
Freddy Budiman, dieksekusi mati, tentang pihak mana saja yang berkongsi,
berkolaborasi dengannya. Padahal “nyanyian” tersebut merupakan “lagu lama”. Wajar,
sah-sah saja jika ada berbagai pihak yang kebakaran jenggot. Jalur hukumlah
yang akan memutuskan pihak mana yang nama baiknya tercemar atau kebalikannya
oknum mana yang melakukan tindak tercemar. Jangan lupa, dunia hukum di
Indonesia bisa terjadi jual beli perkara. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar