Halaman

Jumat, 15 Maret 2019

aktor non-negara politik luar negeri vs aktor negara politik dalam negeri


aktor non-negara politik luar negeri vs aktor negara politik dalam negeri

POLITIK LUAR NEGERI
Katakan, bahwasanya dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri, Indonesia terikat oleh ketentuan hukum dan kebiasaan intemasional, yang merupakan dasar bagi pergaulan dan hubungan antarnegara.

Bahwa pelaksanaan kegiatan hubungan luar negeri baik regional maupun internasional, melalui forum bilateral atau multilateral diabdikan pada kepentingan nasional berdasarkan prinsip politik luar negeri yang bebas aktif.

Politik Luar Negeri dilaksanakan melalui diplomasi yang kreatif, aktif, dan antisipatif, tidak sekedar rutin dan reaktif, teguh dalam prinsip dan pendirian, serta rasional dan luwes dalam pendekatan.

Yang dimaksud dengan "bebas aktif" adalah politik luar negeri yang pada hakikatnya bukan merupakan politik netral, melainkan politik luar negeri yang bebas menentukan sikap dan kebijaksanaan terhadap permasalahan intemasional dan tidak mengikatkan diri secara apriori pada satu kekuatan dunia serta secara aktif memberikan sumbangan, baik dalam bentuk pemikiran maupun partisipasi aktif dalam menyelesaikan konflik, sengketa dan permasalahan dunia lainnya, demi terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Yang dimaksud dengan diabdikan untuk "kepentingan nasional" adalah politik luar negeri yang dilakukan guna mendukung terwujudnya tujuan nasional sebagaimana tersebut di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Penyelenggara Hubungan Luar Negeri, baik pemerintah maupun non pemerintah. Kalangan nonpemerintah yang dimaksud mencakup perseorangan dan organisasi yang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa lazim disebut dan dikategorikan sebagai non governmental organization (NGO), termasuk Dewan Perwakilan Rakyat.

Diplomasi sebagaimana dimaksud dalam pasal ini menggambarkan jati diri diplomasi Indonesia.

Diplomasi yang tidak sekedar bersifat “rutin", dapat menempuh cara-cara "nonkonvensional", cara-cara yang tidak terlalu terikat pada kelaziman protokoler ataupun tugas rutin belaka, tanpa mengabaikan norma-norma dasar dalam tata krama diplomasi intemasional.

Diplomasi yang dibekali keteguhan dalam prinsip dan pendirian, ketegasan dalam sikap, kegigihan dalam upaya namun luwes dan rasional dalam pendekatan, yang bersumber pada kepercayaan diri sendiri.

Diplomasi yang mencari keharmonisan, keadilan dan keserasian dalam hubungan antarnegara, menjauhi sikap konfrontasi atau pun politik kekerasan/kekuasaan (power politics), menyumbang penyelesaian berbagai konflik dan permasalahan di dunia, dengan memperbanyak kawan dan mengurangi lawan.

Diplomasi yang ditopang oleh profesionalisme yang tangguh dan tanggap, tidak sekedar bersikap reaktif tetapi mampu secara aktif, kreatif, dan antisipatif berperan dan berprakarsa.

Pengertian aktor non-negara. UU. 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri, dimana Pasal 1 ayat 1 menyebutkan dan atau menyimpulkan bahwa hubungan luar negeri selain dilakukan oleh dilakukan Pemerintah juga dilakukan oleh aktor non-negara yaitu badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara Indonesia.

Dalam hal warga negara Indonesia terancam bahaya nyata, Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban memberikan perlindungan, membantu, dan menghimpun mereka di wilayah yang aman, serta mengusahakan untuk memulangkan mereka ke Indonesia atas biaya negara.

Yang dimaksud dengan "bahaya nyata" dapat berupa antara lain bencana alam, invasi, perang saudara, terorisme maupun bencana yang sedemikian rupa sehingga dapat dikategorikan sebagai ancaman terhadap keselamatan umum.

(keterangan, semua bahan subjudul Politik Luar Negeri diambil dari UU 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri).

POLITIK DALAM NEGERI
Semoga bukan hal bertolak belakang antara ‘luar’ dengan ‘dalam’. Pihak lain berujar, lema ‘dalam’ bisa merupakan antonim ‘dangkal’.

Bagaimana bunyi ‘politik dalam negeri’. Apakah sisi lain bak mata uang logam. Sesantai mencari tahu atau sekedar ingin tahu.

Berkat perubahan Ketiga dan atau Keempat UUD NRI 1945, maka partai politik atau gabungan partai politik mendapat tempat maupun penyebutan secara konstitusional.

Kita simak PP RI 83/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik. Hasil perubahan terasa nyata pada Pasal 1 ayat 1 yang menjadi:
1.      Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Jadi, sudah jelas bahwasanya sesuai norma tata urutan. Maka yang disebut pertama sebagai hal yang diutamakan. Mendapat porsi utuh. Baru jika sempat dan ingat, maka “sisanya’ dibagikan, digulirkan ke urutan berikutnya. Bukan lungsuran, lorodan, apkiran. Bukan juga habis manis, sepah didaur ulang.

Makanya, yang namanya masyarakat, bangsa dan negara tak boleh iri dengki. Jika dinomorduakan oleh sebuah partai politik. Dalilnya sudah jelas tersurat. Tak layak, tak patut, tak sopan diperdebatkan. Karena kepentingan politk anggota merupaka bagian dari “kepentingan nasional”.

Namun kiranya, bilamana terjadi bencana politik secara sporadis. Tak kenal batas dan jarak tempat serta tak ada sekat beda waktu. Anggap saja sebagai bentuk lain atau kerabat dekat dari “bahaya nyata”.

Sulitnya menemukan jati diri politik dalam negeri yang “bebas aktif”. Kalau dibeberkan, mau cari penyakit. Lepas dari fakta dan data lapangan non-BPS. Percayakan pada hasil blusukan, laporan sidak, kesimpulan studi banding. Pasti lebih cespleng.

Jangan lupa dengan gaya diplomasi yang menjauhi sikap konfrontasi atau pun politik kekerasan/kekuasaan (power politics), dengan memperbanyak kawan dan mengurangi lawan.

Bagimana tindak tanduk, sepak terjang, modus operandi kawanan manusia politik mewujudkan “kepentingan politik anggota”. Lihat pada praktik 24 jam demokrasi Nusantara. Koalisi parpol pro-pemerintah, lawan politik serta olok-olok politik lainnya, efek domino negara multipartai. Penyakit politik manalagi yang akan distandarisir, dilegalkan, dipelihara oleh negara.

Lihat bakal calon legislatif. Ada nomor jadi pasti ada nomor jadi-jadian.

Jadi, Politik Dalam Negeri dilaksanakan melalui diplomasi yang . . .  Masih ingatkah dengan gaya propaganda, promosi, provokasi untuk menjaga wibawa negara. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar