aktor non-negara politik
luar negeri vs aktor negara politik dalam negeri
POLITIK LUAR NEGERI
Katakan, bahwasanya
dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri,
Indonesia terikat oleh ketentuan hukum dan kebiasaan intemasional, yang
merupakan dasar bagi pergaulan dan hubungan antarnegara.
Bahwa pelaksanaan
kegiatan hubungan luar negeri baik regional maupun internasional, melalui forum
bilateral atau multilateral diabdikan pada kepentingan nasional berdasarkan
prinsip politik luar negeri yang bebas aktif.
Politik Luar Negeri
dilaksanakan melalui diplomasi yang kreatif, aktif, dan antisipatif, tidak sekedar
rutin dan reaktif, teguh dalam prinsip dan pendirian, serta rasional dan luwes
dalam pendekatan.
Yang dimaksud dengan
"bebas aktif" adalah politik luar negeri yang pada hakikatnya
bukan merupakan politik netral, melainkan politik luar negeri yang bebas
menentukan sikap dan kebijaksanaan terhadap permasalahan intemasional dan tidak
mengikatkan diri secara apriori pada satu kekuatan dunia serta secara aktif
memberikan sumbangan, baik dalam bentuk pemikiran maupun partisipasi aktif
dalam menyelesaikan konflik, sengketa dan permasalahan dunia lainnya, demi
terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
Yang dimaksud dengan
diabdikan untuk "kepentingan nasional" adalah politik luar negeri
yang dilakukan guna mendukung terwujudnya tujuan nasional sebagaimana tersebut
di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Penyelenggara Hubungan
Luar Negeri, baik pemerintah maupun non pemerintah. Kalangan nonpemerintah yang
dimaksud mencakup perseorangan dan organisasi yang oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa lazim disebut dan dikategorikan sebagai non governmental
organization (NGO), termasuk Dewan Perwakilan Rakyat.
Diplomasi sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini menggambarkan jati diri diplomasi Indonesia.
Diplomasi yang tidak sekedar bersifat “rutin", dapat
menempuh cara-cara "nonkonvensional", cara-cara yang tidak terlalu terikat
pada kelaziman protokoler ataupun tugas rutin belaka, tanpa mengabaikan
norma-norma dasar dalam tata krama diplomasi intemasional.
Diplomasi yang dibekali keteguhan dalam prinsip dan
pendirian, ketegasan dalam sikap, kegigihan dalam upaya namun luwes dan
rasional dalam pendekatan, yang bersumber pada kepercayaan diri sendiri.
Diplomasi yang mencari keharmonisan, keadilan dan
keserasian dalam hubungan antarnegara, menjauhi sikap konfrontasi atau pun
politik kekerasan/kekuasaan (power politics), menyumbang penyelesaian
berbagai konflik dan permasalahan di dunia, dengan memperbanyak kawan dan
mengurangi lawan.
Diplomasi yang ditopang oleh profesionalisme yang tangguh
dan tanggap, tidak sekedar bersikap reaktif tetapi mampu secara aktif, kreatif,
dan antisipatif berperan dan berprakarsa.
Pengertian aktor
non-negara. UU. 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri, dimana Pasal 1 ayat 1
menyebutkan dan atau menyimpulkan bahwa hubungan luar negeri selain dilakukan
oleh dilakukan Pemerintah juga dilakukan oleh aktor non-negara yaitu badan usaha,
organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau
warga negara Indonesia.
Dalam hal warga negara
Indonesia terancam bahaya nyata, Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban memberikan
perlindungan, membantu, dan menghimpun mereka di wilayah yang aman, serta
mengusahakan untuk memulangkan mereka ke Indonesia atas biaya negara.
Yang dimaksud dengan
"bahaya nyata" dapat berupa antara lain bencana alam, invasi,
perang saudara, terorisme maupun bencana yang sedemikian rupa sehingga dapat
dikategorikan sebagai ancaman terhadap keselamatan umum.
(keterangan, semua bahan
subjudul Politik Luar Negeri diambil dari UU 37/1999 tentang Hubungan Luar
Negeri).
POLITIK DALAM NEGERI
Semoga bukan hal
bertolak belakang antara ‘luar’ dengan ‘dalam’. Pihak lain berujar, lema
‘dalam’ bisa merupakan antonim ‘dangkal’.
Bagaimana bunyi ‘politik
dalam negeri’. Apakah sisi lain bak mata uang logam. Sesantai mencari tahu atau
sekedar ingin tahu.
Berkat perubahan Ketiga
dan atau Keempat UUD NRI 1945, maka partai politik atau gabungan partai politik
mendapat tempat maupun penyebutan secara konstitusional.
Kita simak PP RI 83/2012
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan
Keuangan kepada Partai Politik. Hasil perubahan terasa nyata pada Pasal 1 ayat
1 yang menjadi:
1.
Partai Politik adalah organisasi
yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia
secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan
dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Jadi, sudah jelas
bahwasanya sesuai norma tata urutan. Maka yang disebut pertama sebagai hal yang
diutamakan. Mendapat porsi utuh. Baru jika sempat dan ingat, maka “sisanya’
dibagikan, digulirkan ke urutan berikutnya. Bukan lungsuran, lorodan, apkiran.
Bukan juga habis manis, sepah didaur ulang.
Makanya, yang namanya
masyarakat, bangsa dan negara tak boleh iri dengki. Jika dinomorduakan oleh
sebuah partai politik. Dalilnya sudah jelas tersurat. Tak layak, tak patut, tak
sopan diperdebatkan. Karena kepentingan politk anggota merupaka bagian dari
“kepentingan nasional”.
Namun kiranya, bilamana
terjadi bencana politik secara sporadis. Tak kenal batas dan jarak tempat serta
tak ada sekat beda waktu. Anggap saja sebagai bentuk lain atau kerabat dekat
dari “bahaya nyata”.
Sulitnya menemukan jati
diri politik dalam negeri yang “bebas aktif”. Kalau dibeberkan, mau cari
penyakit. Lepas dari fakta dan data lapangan non-BPS. Percayakan pada hasil
blusukan, laporan sidak, kesimpulan studi banding. Pasti lebih cespleng.
Jangan lupa dengan gaya
diplomasi yang menjauhi sikap konfrontasi atau pun politik kekerasan/kekuasaan
(power politics), dengan memperbanyak kawan dan mengurangi lawan.
Bagimana tindak tanduk,
sepak terjang, modus operandi kawanan manusia politik mewujudkan “kepentingan
politik anggota”. Lihat pada praktik 24 jam demokrasi Nusantara. Koalisi parpol
pro-pemerintah, lawan politik serta olok-olok politik lainnya, efek domino
negara multipartai. Penyakit politik manalagi yang akan distandarisir, dilegalkan,
dipelihara oleh negara.
Lihat bakal calon
legislatif. Ada nomor jadi pasti ada nomor jadi-jadian.
Jadi, Politik Dalam
Negeri dilaksanakan melalui diplomasi yang . . . Masih ingatkah dengan gaya propaganda,
promosi, provokasi untuk menjaga wibawa negara. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar