Halaman

Senin, 11 Maret 2019

pribumi durhaka vs pengkhianat negara


pribumi durhaka vs pengkhianat negara

Berkat Perubahan Ketiga (tahun 2001) UUD NRI 1945, tersurat kata, lema ‘khianat’. Berupa atau menjadi ‘mengkhianati’ (tersurat sekali) berlaku untuk Calon Presiden dan calon Wakil Presiden; dan ‘pengkhianatan’ (tersurat 3x) berlaku buat Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Namun kiranya ternyata yang dimaksud dengan “pengkhianat negara” belum dijelaskan secara terstruktur. UU RI 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Pasal 10 menyebutkan “pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam undang-undang”.

Cekak aos. UU tentang Organisasi Kemasyarakatan, termasuk Perpu-nya, menjelaskan: Yang dimaksud dengan "tindakan permusuhan” adalah ucapan, pernyataan, sikap atau aspirasi, baik secara lisan maupun tertulis, baik melalui media elektronik maupun tidak melalui media elektronik yang menimbulkan kebencian, baik terhadap kelompok tertentu maupun terhadap setiap orang termasuk ke penyelenggara negara.

Demikianlah adanya. Lepas dari fakta dan data. Bukan sekedar katanya atau menurut kabar. Propanganda, promosi, provokasi menjadi bagian integral menjaga wibawa negara. Tulang punggung modus pencitraan.

Pertimbangan atas ditetapkannya UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi antara lain bahwa korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional.

Dampak, efek, ekses tipikor tidak seperti dampak tindak pidana teroris (a.l hilangnya nyawa tanpa memandang korban, ketakutan masyarakat secara luas, dan kerugian harta benda) maupun dampak kinerja bandar penjual, pengedar narkoba (merusak generasi yang belum lahir).

Tak heran, di mata hukum, jika pasca pidana penjara, hukuman denda atau dimiskinkan, mantan napi tetap eksis. Apalagi jika pembela hukumnya, sudah membela secara luar biasa. Ingat norma reliji, tipikor adalah mengkhianati dirinya sendiri. Eks koruptor bebas ajukan diri ikut pemilu legislatif

Aaatnya pemerintah menetapkan bahwa koruptor adalah pengkhianat negara. Stigma, labelisasi ini diharapkan membuat efek jera.

Slentingan ringan. Apa yang dimaksud dengan “penyakit politik”. Belum ada berita resmi berbasis legislasi. Bahkan RPJMN 2019-2024 masih malu-malu menyebutkan borok diri dimaksud.

Beda dengan “penyakit masyarakat” yang jelas, gamblang menjadi wewenang, bidang garap polisi si pengayom masyarakat. Simak di UU 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Jangan coba-coba mengkaitkan dengan istilah musuh rakyat. Tindakan permusuhan sebatas penjelasan, bebas sanksi. Generasi yang mewakili teritorial atau representasi suku, agama, ras, atau golongan. Ahli, pelaku aktif, peolok-olok politik bebas gangguan jiwa. Dipelihara oleh negara. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar