Halaman

Kamis, 21 Maret 2019

taruhan harga diri bangsa mbokdé mukiyo, dudu turahan sega wingi

taruhan harga diri bangsa mbokdé mukiyo, dudu turahan sega wingi

Akibat iseng tak beraturan, namun selalu ada, ada-ada saja. Kadar iseng di bawah standar minimal, karena di tangan ahlinya, jadinya tetap iseng. Disidik dengan cerdik dari berbagai aspek, semula tak berniat, tanpa berminat iseng. Faktanya, aroma iseng tetap menggejala disetiap gerak aksi dan tindak.

Pihak lain membuktikan dengan fakta. Awalnya hanya sekedar iseng, asal isi waktu bengong, daripada duduk manis boros energi. Rezeki cuma numpang liwat. Rezeki yang liwat untuk jarak jauh. Jarak dekat, waktu pendek sudah ada yang pesan jauh hari. Mau jadi bajing loncat, kalah saingan dengan yang berdasi.

Iseng seisengnya, jika ditetesi energi positif setiap saat, lama-kelamaan menjadi khazanah kebangsaan. Kosakata adab berolah pikir, bertindak tutur, bertata laku kian detail, rinci. Tak ada kilah untuk beraliran versi wong bebal demen pamér bégo.

Semua babakan kehidupan diletakkan pada tempatnya. Dua pilihan kehidupan. Ditelusuri akan menuju, bias bercabang ke pasal bertolak belakang. Kontradiktif. Kalau amsal beda antara siang dan malam, itu masalah waktu. Pisang satu tandan, tidak semua pisang layak. Pisang satu sisir pun, memancing beda pilihan.

Percaturan politik di negara semaju bagaimana pun. Tetap menampakkan sosok yang betah meletakkan, menaruhkan pantat di kursi tinggi. Pen-duduk takhta bisa karena faktor keturunan, silsilah, warisan, atau pasal tak terulis. Sistem politik berbayar atau tak gratis, maka pola karier acap kalah pamor, selalu disalip oleh pelaku ‘tebal kantong’, ‘tebal dompet’ sampat ‘tebal muka’.

Rahasia umum dimanapun bumi dipijak. Mulai yang serba ‘tebal’ tadi, aneka kebal sampai bikin sebal. Menjadikan ‘wong bebal’ bebas berdemokrasi.

Nusantara yang beratus juta penduduk. Model arisan sampai umur ratusan tahun tetap tak kebagian. Model warisan, sudah sampai lapis ke berapa tak terdeteksi oleh alat negara. Berbaur horizontal membuat akar rumput anyar di negeri sendiri. Perulangan sejarah. Tenaga dalam kurang manjur. Ketahanan diri dan kemandirian butuh waktu tak terduga. Kebijakan orang bijak, pakai tenaga luar. Atau kolaborasi bagi untung, barter politik. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar