Halaman

Minggu, 10 Maret 2019

memformat ulang penyakit politik Nusantara


memformat ulang penyakit politik Nusantara

Apa yang dimaksud dengan “penyakit politik”, sejauh ini belum dijelaskan oleh UU. Bahkan RPJMN 2019-2024 masih malu-malu menyebutkan borok diri dimaksud.

Beda dengan “penyakit masyarakat” yang jelas, gamblang menjadi wewenang, bidang garap polisi si pengayom masyarakat. Simak di UU 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Kajian akademis, gelar perkara, debat bebas aktif, lepas dari hubungan diplomatik dengan modus survei berbayar. Narasi berbasis penyakit politik masih tersedia. Sekilas kilas, sepertinya pelaku utama penyakit politik, tak merasa. Dibilang bangga jika ada yang tertangkap tangan.

Dimungkinkan, tiap partai politik mempunyai penyakit politik bawaan. Atau menjadi trade mark. Pada strata tertentu, sumber energi sebuah parpol bisa dilihat pada komponen, kandungan komposisi penyakit politiknya.

Saya cuplik Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tahun 2015-2019 secara acak. Hasilnya:

Kontelasi geo-politik global akan menjadi tantangan, khususnya bagi negara yang terbuka dan luas seperti Indonesia. Kontelasi politik global ditandai dengan munculnya aktor non-negara yang memiliki kapasitas dan jejaring internasional. Terorisme global dan indikasi perang teknologi informasi merupakan salah satu bentuk ancaman terhadap keamanan negara yang masih akan dihadapi.

Indonesia secara geo-politik akan menghadapi kepentingan negara-negara terdekat dalam konsentriknya seperti negara-negara anggota ASEAN dan Asia Pasifik, negara-negara yang berkepentingan dengan sumber daya alam termasuk perikanan, negara-negara yang memiliki armada niaga besar, memiliki kekuatan maritim, dan negara-negara besar dalam rangka mencapai tujuan global strateginya.

Cukup dua alenia. Rasanya, oleh karena itu seyogyanya Indonesia lebih mengutamakan bangsa sendiri. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar