Halaman

Senin, 04 Maret 2019

ketika ahli religi ikut-ikutan mabuk nikmat dunia


ketika ahli religi ikut-ikutan mabuk nikmat dunia

Bukan berita biasa. Apalagi luar biasa. Biasa-biasa saja. Judul tetap judul. Ada pihak merasa dimaksud. Wajar dalam demokrasi kuasa rakyat vs kuasa pejabat. Siapa saja bisa menjadi apa saja. Apa saja bisa menjadikan siapa saja.

Demokrasi bukan seleksi alamiah. Mampu menjungkirbalikkan peribahasa. “becik ketampik, ala ketampa” masuk kamus politik Nusantara. Peradaban politik tidak sekedar menghalakan segala cara. Asal konbstitusional, modus kebijakan pemerintah apapun tak dapat dipidana.

Faktor menimbang, bahwa untuk lebih menjamin kepastian hukum, menghindari mutitafsir hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak politik rakyat, atau karena tidak sesuai dengan perkembangan hukum, kebutuhan masyarakat sehingga sebentuk UU perlu dirubah.

Klas, kasta, strata pegiat, pelaku, penikmat aktif partai di Nusantara terdaftar mulai dari rakyat papan bawah sampai petugas partai.

Organisasi kemasyarakatan berbasis agama, kian cerdas memposisikan diri, mematut diri di konstelasi politik. Mulanya malu-malu kucing. Semakin dielus dan disesaki mantra politik sarat puja-puji. Akhirnya melampaui kenésnya, melebih genitnya kucing garong. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar