ketika ahli religi ikut-ikutan mabuk nikmat dunia
Bukan berita biasa. Apalagi luar biasa. Biasa-biasa saja.
Judul tetap judul. Ada pihak merasa dimaksud. Wajar dalam demokrasi kuasa
rakyat vs kuasa pejabat. Siapa saja bisa menjadi apa saja. Apa saja bisa menjadikan
siapa saja.
Demokrasi bukan seleksi alamiah. Mampu menjungkirbalikkan
peribahasa. “becik
ketampik, ala ketampa” masuk kamus
politik Nusantara. Peradaban politik tidak sekedar menghalakan segala cara. Asal
konbstitusional, modus kebijakan pemerintah apapun tak dapat dipidana.
Faktor menimbang, bahwa untuk lebih menjamin kepastian
hukum, menghindari mutitafsir hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak
politik rakyat, atau karena tidak sesuai dengan perkembangan hukum, kebutuhan
masyarakat sehingga sebentuk UU perlu dirubah.
Klas, kasta, strata pegiat, pelaku, penikmat aktif partai
di Nusantara terdaftar mulai dari rakyat papan bawah sampai petugas partai.
Organisasi kemasyarakatan berbasis agama, kian cerdas
memposisikan diri, mematut diri di konstelasi politik. Mulanya malu-malu
kucing. Semakin dielus dan disesaki mantra politik sarat puja-puji. Akhirnya melampaui
kenésnya, melebih genitnya kucing garong. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar