Halaman

Rabu, 20 Maret 2019

Indonesia, jaan mampasampik kandang ayam, mampalapang kandang musang


Indonesia, jaan mampasampik kandang ayam, mampalapang kandang musang

Hubungan antar manusia sebagai makhluk sosial di tataran berbangsa dan bernegara karena beda politik, beda pilihan, menyuburkan krisis asas persatuan, kesatuan dan keutuhan. Rasa unggul sebagai anak bangsa Nusantara, membuat diri lupa akan fakta bahwa bahu tidak pemah lebih tinggi ketimbang kepala.

Mengacu pada watak manusia, tampaknya yang menonjol untuk dijadikan bahan baku kata bijak, ternyata watak buruk lebih mendominasi watak baik. Unsur yang terbanyak diacu ialah (I) manusia dengan situasi atau lingkungan fisik dan lingkungan sosial di sekitarnya, (2) manusia dengan daya akal, tindak tutur, perilakunya, (3) manusia dengan sifat atau wataknya.

Ingat petuah penuah tuah “linggis tumpul hanya kuat menolak saja”. Gambaran zaman sekarang. Kiasan nyata pada keadaan seseorang yang sedemikian patuh, taat, loyal kepada penguasa, melebih daya tampung dan daya dukung kinerja otaknya. Tidak lagi dapat membedakan mana yang baik atau mana yang buruk baginya sama saja. Jadi, ia hanya mengandalkan tenaga dayaucapa maupun daya tulis, tanpa saringan mata batin, kata hati.

Koalisi partai politik pro-penguasa bak durian runtuh, berguguran, berjatuhan berkompetisi menukik lurus ke bawah. Berupa sindiran halus atau ironi bagi anak bangsa pribumi Nusantara yang gemar saling menjatuhkan antara sesama.

Sesekali pakai majas sarkasme ‘seperti lurusnya siput, lurus berbelok-belok’. Tentunya, sikap arif, bijak, santun kita bukan bak ‘tak ada gunanya memasang lantai kalau sudah terperosok’.

Sigapkan diri, mumpung . . . . [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar