Halaman

Senin, 25 Maret 2019

iseng olahkata, profil generasi milenial versi Nusantara


iseng olahkata, profil generasi milenial versi Nusantara

Tanpa tahu persis sejarah, asal-usul, tanpa merasa bersalah, banyak perut asal main sebut. Generasi Milenial atau Y Generation. Lain cerita dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2014-2019, punya bahan.

Awak media menggambarkan apa-siapa dengan atraktif. Padahal masih banyak generasi yang tinggal di landasan. Cuma jadi penonton pasif. Nasib baik bisa jadi juru sorak, tukang keplok. Bahkan ybs tak tahu apa itu. Dikategorikan apa saja, ora ngéfék barblas. Nasib jalan di tempat.

Tengok generasi digital kemasan, label 4G namum isi, konten, kadungan tetap 2G. Jauh dari tipa-tipu. Memanfaatkan sentimen dan gaya anak kemarin sore yang sok trendi. Naluri pebisnis ikut main, tindak turun tangan terang-terangan.

Jelasnya, anak bangsa sebagai pemilih pemula pemilu akhir Orde Baru, tepat pemilu 1997. Batasan awal usia. Sampai pemilih pemula pemilu 2014. Sebagai akhir batas rentang usia. Bedanya. Efek pemilu 1997 sebagai pemacu dan pemicu radikalisme bangsa secara terbuka. Klimaks 21 Mei 1998. Ditandai lengser keprabon penguasa tunggal Orde Baru, presiden RI kedua. Pemilu 2014 menghadirkan radikalisme bangsa secara tertutup. Ciri utama, yang seharusnya jadi panutan malah berujar nista. Yang seharusnya jadi pengayom malah jadi pengaman juragan. Siap pasang badan.

Tak salah kiranya, kalau masuk sebutan politis éra mégatéga. Sudah gila betul, tetap tidak kebagian. Hanya karena silsilah, warisan, tanpa keringat bisa duduk manis di kursi kebesaran.

Akankah karakter utama adalah bisa dikendalikan sebagai peolok-olok politik. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar