iseng olahkata, profil generasi milenial versi Nusantara
Tanpa tahu persis sejarah, asal-usul, tanpa merasa bersalah,
banyak perut asal main sebut. Generasi Milenial atau Y Generation. Lain cerita dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak 2014-2019, punya bahan.
Awak media menggambarkan apa-siapa dengan atraktif. Padahal
masih banyak generasi yang tinggal di landasan. Cuma jadi penonton pasif. Nasib
baik bisa jadi juru sorak, tukang keplok. Bahkan ybs tak tahu apa itu. Dikategorikan
apa saja, ora ngéfék
barblas. Nasib jalan di tempat.
Tengok generasi digital kemasan, label 4G namum isi,
konten, kadungan tetap 2G. Jauh dari tipa-tipu. Memanfaatkan sentimen dan gaya anak
kemarin sore yang sok trendi. Naluri pebisnis ikut main, tindak turun tangan
terang-terangan.
Jelasnya, anak bangsa sebagai pemilih pemula pemilu akhir
Orde Baru, tepat pemilu 1997. Batasan awal usia. Sampai pemilih pemula pemilu
2014. Sebagai akhir batas rentang usia. Bedanya. Efek pemilu 1997 sebagai
pemacu dan pemicu radikalisme bangsa secara terbuka. Klimaks 21 Mei 1998. Ditandai
lengser
keprabon penguasa tunggal Orde Baru, presiden RI
kedua. Pemilu 2014 menghadirkan radikalisme bangsa secara tertutup. Ciri utama,
yang seharusnya jadi panutan malah berujar nista. Yang seharusnya jadi pengayom
malah jadi pengaman juragan. Siap pasang badan.
Tak salah kiranya, kalau masuk sebutan politis éra mégatéga.
Sudah gila betul, tetap tidak kebagian. Hanya karena silsilah, warisan, tanpa
keringat bisa duduk manis di kursi kebesaran.
Akankah karakter utama adalah bisa dikendalikan sebagai
peolok-olok politik. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar