Halaman

Senin, 27 April 2015

malu belajar dari sejarah

Malu Belajar Dari Sejarah*)


Bangsa, rakyat dan wakil rakyat Indonesia malu belajar dari sejarah, walau sejarah tahun lalu, khususnya tentang nasib kaum Hawa di mancanegara. Modal dengkul menaikkan derajat, di negeri sendiri jadi babu, di negara orang jadi budak.

Tenaga Kerja Wanita (TKW) digadang dan dinobatkan jadi pahlawan devisa. TKW mengorbankan kehormatan dan nyawanya di negeri orang, mempertaruhkan harga diri bangsa di negeri orang. TKW berkwalitas ekspor, menjadi komoditas ekonomi keluarga.

Ironis, Pemerintah hanya melihat berapa arus dana atau mata uang asing masuk ke pangkuan ibu pertiwi, tiap bulan, tiap tahun.

Ironis, nasib TKW dipedulikankan lima tahun sekali oleh (calon) wakil rakyat jelang pesta demokrasi, sebagai obyek kampanye, untuk mencoblos partainya.

Ironis, ternyata nyawa TKW di negeri seberang ada “harga”nya. Status hukum TKW hanya masuk kategori bak budak di zaman jahiliyah. Sudah perah tenaganya, diperas nyawanya.

Ironis, tiap tahun ekspor TKW masih menjadi primadona, andalan, karena prospektus. Banyak pihak yang mengeruk keuntungan di atas derita orang lain, mengeduk keuntungan finansial, memanfaatkan momentum politik untuk kepentingan parpolnya.

Ironis, mental TKW hanya mengandalkan pepatah Melayu :  “hujan emas di negeri orang, lebih baik daripada hujan batu di negeri sendiri”.


*) penulis : Rathi Nurwigha, 04-04-2014, kota bogor, prov Jabar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar