Malu
Belajar Dari Sejarah*)
Bangsa,
rakyat dan wakil rakyat Indonesia malu belajar dari sejarah, walau sejarah
tahun lalu, khususnya tentang nasib kaum Hawa di mancanegara. Modal dengkul
menaikkan derajat, di negeri sendiri jadi babu, di negara orang jadi budak.
Tenaga
Kerja Wanita (TKW) digadang dan dinobatkan jadi pahlawan devisa. TKW
mengorbankan kehormatan dan nyawanya di negeri orang, mempertaruhkan harga diri
bangsa di negeri orang. TKW berkwalitas ekspor, menjadi komoditas ekonomi
keluarga.
Ironis,
Pemerintah hanya melihat berapa arus dana atau mata uang asing masuk ke
pangkuan ibu pertiwi, tiap bulan, tiap tahun.
Ironis,
nasib TKW dipedulikankan lima tahun sekali oleh (calon) wakil rakyat jelang
pesta demokrasi, sebagai obyek kampanye, untuk mencoblos partainya.
Ironis,
ternyata nyawa TKW di negeri seberang ada “harga”nya. Status hukum TKW hanya
masuk kategori bak budak di zaman jahiliyah. Sudah perah tenaganya, diperas
nyawanya.
Ironis,
tiap tahun ekspor TKW masih menjadi primadona, andalan, karena prospektus.
Banyak pihak yang mengeruk keuntungan di atas derita orang lain, mengeduk
keuntungan finansial, memanfaatkan momentum politik untuk kepentingan
parpolnya.
Ironis,
mental TKW hanya mengandalkan pepatah Melayu : “hujan emas di negeri orang, lebih baik
daripada hujan batu di negeri sendiri”.
*) penulis : Rathi Nurwigha, 04-04-2014, kota bogor,
prov Jabar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar