konspirasi antisipasi tugas sipil bernusantara (konstitusi)
Égo nasionalisme terdegradasi,
degenerasi sejalan adab demokrasi kerakyatan subversi sistem politik multipartai sederhana. Sampailah pada
babak tanpa babak era refomasi rindu order, dua periode kaping pitu
2014-2019 dan 2019-2024. Parpol penguasa parlemen merasa lebih nasionalisme.
Bagaimana pihak yang sedang bertugas
sebagai pengemban amanat, tentu perlu dukungan semua pihak. Ironis binti miris, semua pihak dimaksud, lebih meminta
atau menagih hak-haknya. Akhirnya pemerintah disibukkan oleh urusan
untuk menghidupi orang-orangnya. Urusan rakyat bukan masuk urusan wajib. Paling tidak pihak yang merasa
mempunyai hak terbanyak, langsung ambil langkah untuk mengadilmakurkan
serta mensejahterakan diri sendiri secara konstitusional.
Korban model nusantara,
tekanan ekonomi vs sentimen politik. Tak perlu mikir. Akibat tekanan ekonomi, anak bangsa sigap
mengorbankan kehormatan dan martabat diri. Takjubnya, tak hanya berlaku bagi masyarakat klas elit (ekonomi sulit).
Menembus strata atas berkat kemajuan teknologi digital. Prostitusi
dalam-jaringan, begitulah bunyinya. Martabat pantat penguasa menjadi bahan baku
oplosan ramuan mental.
Fokus pada
frasa “inefisiensi birokrasi pemerintah”, seolah menjadi satu jawaban mujarab,
manjur, mustajab, cespleng, berlaku untuk menjawab semua pertanyaan sekitar
permasalahan kenegaraan antar periode. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar