Halaman

Selasa, 22 Desember 2020

rakyat tidak punya hak merasa dirugikan

 rakyat tidak punya hak merasa dirugikan

 “Sing rugi kucing’, ujar bebas ki dalang Sobopawon tanpa bermaksud melucu. Pamer ungkapan agr tampak bobot wicara. Itu kucing zaman doeloe. Masih lugu. Belum membau ‘darah segar politik’. Masih menjadi sahabat manula. Teman bicara manusia bebal yang sekarang menjadi karakter manusia politik.

 Adab politik nusantara berkebangsaan. Kucing tahu diri dengan BAB di sembarang tempat. Asal bukan di lokasi rumah sang juragan. Kapan saja. Bebas prosedur dan protoko kenormaan. Tidak pakai dalil “gali lubang tutup lubang”. Langsung di tinggal begitu saja.

 Ketahudirian lainnya, pilih tempat aman, nyaman di pot tanaman hias milik tetangga. Bongkar isi bak smpah pihak lain. Musim kawin, Kucing gandrung bikin pusing telinga. Tabrak lari cari pijakan, batu loncatan ke kursi yang lebih tinggi. Bertempur di atas genting tanpa sungkan. Adegan berpasangan di jalan disaksikan kawanan kucing beda ras.

 Bedanya, kucing tidak kenal syahwat homo, lesbi. Tetap setia ke rumah pemeliharanya. Kesetiaan anjing ke pengasuhnya, tidak ada saingan terdekat. Berita miring tentang aliran dana korupsi ke bentukan lawas partai politik, ditanggapi lebih miring lagi. Bukti kemiringan. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar