Halaman

Senin, 14 Desember 2020

ketika nusantara ditinggal oleh nasibnya

 ketika nusantara ditinggal oleh nasibnya   

Bukan kesimpulan, asumsi historis, bukti empiris berkemajuan plus berkelanjutan. Dimungkinkan karena lambang demokrasi NKRI adalah ‘kursi’. Selama ini, peran kursi menjadi tulang punggung, pilar utama, soko guru demokrasi. Betapa perebutan suara pemilih untuk meraih jabatan wakil rakyat, wakil daerah, kepala daerah bahkan sampai dan yang istimewa adalah jabatan kepala negara.

 Rakyat potensi bangsa, bukan modal raih kursi. Mungkin, karena kata, lema ‘rakyat’ tersurat, tertera, tercantum, tersebut di sila keempat dan sila kelima Pancasila. Maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Cuplikan preambule UUD NRI 1945. Wajar jika anak bangsa pribumi membayangkan sosok rakyat identik dengan wong cilik, wong ndeso. Rakyat sebagai kekuatan pendukung usaha pertahanan dan keamanan negara, dikisahkan pada UUD NRI 1945.

 Nasib petani ditentukan oleh bukan petani. Tak salah jika masih ada generasi petani, keluarga petani yang tak mau melanjutkan tradisi jiwa tani. Bukan tak melihat prospek. Bukan tak ada faktor ajar, didik, panutan sebagai pejuang olah tanah lumpur. Bisa juga karena imbas ada olah banding, daya tanding, nilai sanding dengan profesi lain, membuat anak cucu petani terpengaruh.

 Ujaran nasib harian pribumi, "padha wingi". Raihan hari ini lebih banyak daripada kemarin. Ini semboyan yang pas, betul dan seharusnya. Tanpa diingatkan, putera-puteri asli daerah semangat membara. Adu nyali, sigap tampil diri. Yang mana dimana paribasan wedi wirang wani mati, dimaksudkan ‘takut malu berani mati’. Oleh generasi tanpa batasan usia, digubah laras menjadi wani wirang wedi mati. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar