Jumat, 30/11/2007 07:43
BUDAK TEKNOLOGI vs
TEKNOLOGI BUDAK
Daripada kita manusia
Indonesia, semenjak Sumpah Amukti Palapa Mahapatih Gadjah Mada sampai
diluncurkannya Satelit Palapa, perkembangan kemajuan teknologi menanjak tajam
dan berlonjak-lonjak kegirangan. Jangan lupa, kita hanya sebatas sebagai
pengguna dan pemanfaat akhir. Kita mampu membeli, tidak jauh dari mampu untuk
merawat.
Contoh, larangan
terbang dari berbagai maskapai penerbangan RI oleh UE ke Eropa sebagai bukti
sederhana. Atau kita kewatir kejatuhan serpihan badan pesawat terbang. Kita
bisa bangga, angkutan Bajaj jumlahnya bukan menurun malah bertambah, walau
sudah tidak ada impor lagi. Industri pesawat terbang Nusantara entah bagaimana
nasibnya. Belum lagi kita termasuk pembeli telpon genggam terbanyak sedunia,
apalagi dibanding populasi total poenduduk. Coba bayangkan, kata Pak Harto,
nanti Pemilu 2009 daripada bangsa ini silahkan beli HP bekas. Biaya pemilu bisa
ditekan habis, sisanya masuk kantong bolong. Mulai anak TK/SD sudah pakai HP.
PSK (pedagang sayur keliling) tak mau ketinggalan, menerima order. TKI dan atau
TKW yang kita daulat sebagai Pahlawan Tanpa Devisa, berangkatnya sudah
berhutang, pulangnya dipalak. Di negeri majikan tenaga terkuras. Hayo kurang
apa mereka.
Bangsa ini koq tidak
bisa menyediakan lapangan pekerjaan bagi mereka, tetapi kita malah bangga
membantu kemajua bangsa lain dengan otot dan tenaga. Seolah dunia tanpa batas
wilayah dan waktu. Kejadian di negara bisa kita saksikan langsung via media
eletronika. Kejadian di negeri sendiri, mulai orang hilang sampai koruptor
kabur tak bisa kita ketahui. Budaya asing yang menggiurkan masuk melalui
berbagai tayangan dan media. Makanya, terlebih kemacetan lalulintas di negara
Batavia membuktikan kita sebagai budak teknologi, mulai dari ekonomi sampai
politik terjajah siang malam. Daripada memikirkan dosa saya, kata Pak Harto,
lebih baik kembali ke jalan yang benar, benar-benar jalan sesuai asas tunggal
yang saya unggulkan (hn).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar