Halaman

Sabtu, 02 September 2017

dasar keturunan . . . .



dasar keturunan . . . .

Masih pagi hari, karena mata masih silau oleh sinar matahari. Di tikungan jalan perumahan, ada saung pengamat lingkungan. Dibangun dekat tanggul sungai. Lokasi strategis sebagai ajang kumpul warga, khususnya bapak-bapak.

Saat saya lewat, ada seorang tomas (tokoh masjid) sedang duduk di bangku, sibuk dengan HP. Tomas (tokoh masyarakat) satunya, karena sesepuh, berdiri saja sudah cukup. Keduanya memakai celana pendek. Terjadilah dialog dengan tomas sesepuh.

Entah berapa motor liwat sambil menyapa atau cuek. Pedagang sayur mentah maupun sayur matang ikut meramaikan lalu lintas. Tak ketinggalan gojek atau sejenisnya yang terkadang mampir, tanya alamat.

Suasana memang monoton tetapi dinamis. Tergantung pengguna jalan yang liwat. Ada juga yang berhenti, bersalaman, basa-basi.

Cerita ini muncul karena secara kebetulan liwat 5 anak pengamen, lelaki. Usia sekolah dasar. Mereka seperti bergegas menuju gardu jaga, saung temu warga. Tanpa permisi, langsung naik panggung, tanpa lepas sandal.

Lebih tragis, ada dua orang anak langsung berdiri di bangku yang sedang diduduki tomas sibuk HP. Hanya satu anak yang lepas sandal. Mereka sibuk dan ribut mau melihat sungai dari atas tanggul.

Tomas sesepuh, dengan sopan menegur mereka. Anak sekolah yang masuk siang. Bayangkan, tanpa permisi langsung menyelonong. Bahkan berdiri di bangku untuk melihat sungai.

Saya cuma ingat, seingat-ingatnya. Ternyata dalam kehidupan ini, banyak pelaku, penggila, pegiat, pelakon, pemain, pekerja politik, yang tanpa ba-bi-bu tahu-tahu nongkrong dan nangkring di atas. Di kursi kekuasaan. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar