dasar keturunan . . . .
Masih pagi hari, karena
mata masih silau oleh sinar matahari. Di tikungan jalan perumahan, ada saung
pengamat lingkungan. Dibangun dekat tanggul sungai. Lokasi strategis sebagai
ajang kumpul warga, khususnya bapak-bapak.
Saat saya lewat, ada
seorang tomas (tokoh masjid) sedang duduk di bangku, sibuk dengan HP. Tomas (tokoh
masyarakat) satunya, karena sesepuh, berdiri saja sudah cukup. Keduanya memakai
celana pendek. Terjadilah dialog dengan tomas sesepuh.
Entah berapa motor liwat
sambil menyapa atau cuek. Pedagang sayur mentah maupun sayur matang ikut
meramaikan lalu lintas. Tak ketinggalan gojek atau sejenisnya yang terkadang
mampir, tanya alamat.
Suasana memang monoton
tetapi dinamis. Tergantung pengguna jalan yang liwat. Ada juga yang berhenti,
bersalaman, basa-basi.
Cerita ini muncul karena
secara kebetulan liwat 5 anak pengamen, lelaki. Usia sekolah dasar. Mereka seperti
bergegas menuju gardu jaga, saung temu warga. Tanpa permisi, langsung naik
panggung, tanpa lepas sandal.
Lebih tragis, ada dua
orang anak langsung berdiri di bangku yang sedang diduduki tomas sibuk HP. Hanya
satu anak yang lepas sandal. Mereka sibuk dan ribut mau melihat sungai dari
atas tanggul.
Tomas sesepuh, dengan
sopan menegur mereka. Anak sekolah yang masuk siang. Bayangkan, tanpa permisi
langsung menyelonong. Bahkan berdiri di bangku untuk melihat sungai.
Saya cuma ingat, seingat-ingatnya.
Ternyata dalam kehidupan ini, banyak pelaku, penggila, pegiat, pelakon, pemain,
pekerja politik, yang tanpa ba-bi-bu tahu-tahu nongkrong dan nangkring
di atas. Di kursi kekuasaan. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar