bagai keledai sarat beban buku
revolusi mental
Sudah bawaan nasib anak bangsa bahwa perjalanan kehidupan berbangsa dan
bernegara, saat mempraktikkan ideologi Pancasila, dibebani oleh ulah, tingkah
laku orang dalam. Singkat kata sebagai efek domino politik transaksional,
politik jual beli suara sampai politik balas jasa, balas budi bersamaan dengan
politik balas dendam.
Aroma irama syahwat politik sudah sampai kuadran waton suloyo : “dia tidak tahu kalau dirinya tidak tahu”. Namanya politik
menang merek vs merek menang. Pokoké mbahé menang. Karepé mbilung. Togog malah gemuyu,
nyekakak, nyengir kuda.
Sinyal penistaan agama diperkuat dengan ujaran mendustakan ayat-ayat Allah.
Ketemu berapa perkara, pasal apa saja kalau iseng menyebut agama menjadi
komoditas politik. Agama dijadikan alat mendongkrak popularitas, menjadi
taruhan politik. Politik menjadi agama baru, agama bumi yang mengajarkan
semboyan : “Ketika tangan kanan memberi, tangan kiri jangan sampai tahu. Sebaliknya jika
tangan kiri menerima dan/atau mengambil, tangan kanan pura-pura tidak tahu”.
Apapun bisa terjadi dan sebagian terbukti sudah, sedang dan akan terjadi di
periode 2014-2019. Relawan, bolo dupak, bonek Jokowi-JK bangga di luar kepala,
betapa prestasi jelang tengah periode, sudah menyalip prestasi dua periode
pendahulunya. Hebat super hebat. Jadi, cukup satu periode saja atau tidak perlu
tunggu jatuh tempo. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar