Halaman

Minggu, 03 Mei 2020

uber pahala berlipat tapi bukan haknya


uber pahala berlipat tapi bukan haknya

Namanya saja kejadian peristiwa, perkara perikehidupan manusia. Internal keluarga saja, urusan sepele bisa menjadi bertele-tele. Kasus sederhana menahun menimbulkan merana berjilid. Peri keamalan manusia dimulai dan dipupuk di keluarga. Laku seseorang di masyarakat, cerminan jati diri keluarga.

Sistem pemerintahan model, gaya apapun tak akan mampu melepaskan diri dari eksistensi kominitas, himpunan akar rumput, papan bawah. Adab antar tetangga, rukun tangga plus guyub, tepo sliro menjadi perekat, ikatan moral.

Perang kemanusiaan melawan hawa nafsu selama Ramadhan. Pasal yang meringankan karena setan dibelenggu, tak berpengaruh pada kinerja manusia. Agresi covid-19 menjadikan defisit kesenyapan masjid. Jamaah dihadapkan tantangan dilematis, antara ikhtiar bersama dengan takdir individual.

Mengacu dan mengaca Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: 14 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Dalam Situasi Terjadi Wabah COVID-19 yang dimaksud dengan COVID-19 adalah corona virus desease 2019, penyakit menular yang disebabkan oleh corona virus yang ditemukan pada tahun 2019. Fatwa MUI secara substansial selaku langkah keagamaan untuk pencegahan dan penanggulangan COVID-19 agar tidak meluas. Sejalan dengan protokol kesehatan, medis dan kebijakan pemerintah sampai tingkat RW/RT.

Ketetentuan Hukum kedua Fatwa MUI 14/2020 menyuratkan:
Orang yang telah terpapar virus Corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. Baginya shalat Jumat dapat diganti dengan shalat zuhur, karena shalat jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal. Baginya haram melakukan aktifitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.

Shalat memang bisa dikerjakan di rumah. Lain pasal dengan majelis ilmu. Walau ada siaran dalam jaringan atau rekaman semaksud. Tapi dirasa kurang afdal jika tidak langsung tatap muka. Ditambah sesi tanya jawab saling alih pengetahuan.

Contoh nyata, kasat mata judul. Jamaah datang gelar sajadah di shaf terdepan, ditinggal. Kembali jelang azan atau pas qomat. Terjadi pada mereka yang aktif buka bareng, lanjut shalat maghrib. Lanjut kumpul bahas apa saja, sajadah ditinggal. Kalau dilakukan oleh seorang oknum karena kepraktisan, sesuai hak asasinya. Kalau sudah ada 3 orang atau lebih. Membuat jamaah Isya’ sudah kedahuluan sajadah tanpa orang. Mau main geser, malah tambah dosa. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar