antara daya disiplin dengan jiwa merdeka
Penggunaan lema ‘antara’ sebagai kata depan, berkonotasi jarak, pilihan. Diperbingung
lagi dengan penerapan kata sambung, mau pakai ‘dengan’ atau ‘dan’. ‘Antara’ karena
ada beda tempat, beda orang, beda waktu lebih pas. Kalau pilihan, pakai lema ‘atau’.
Bahasa kalau dieksatakan, malah berantakan.
Ternyata, judul tidak mempersoalkan kaidah pembahasaan. Dua unsur utama ada
pada diri manusia. Soal apakah masing-masing punya bilik, kamar mandiri. Menyatu
dalam aliran darah serta bergerak bebas bolak-balik. Kondisi eksternal memacu
memicu eksistensi keduanya, yang ujung-ujungnya bisa saling meniadakan.
Politik santun menjadikan anak manusia dominan mengikuti alunan dan
lantunan internal. Merasa punya hak penuh atas dirinya. Tapi tak bisa
membuktikan kepenguasaan atas dirinya. Misal ringan, sudah larut malam, mengapa
tak mampu mengkomando sang jiwa agar lelap. Andalkan obat tidur paling parah.
Mengunakan waktu untuk acara rutin
harian, siang waktu kerja. Otomatis masuk malam waktu istirahat. Tergantung profesi.
Secara manusiawi, orang cerdas karena mampu memanfaatkan waktu secara paralel,
bersamaan. Orang bijaksana, taka da waktu jeda. Tidur pun jiwa tetap terjaga
kendati bebas hukum agama. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar