Halaman

Jumat, 22 Mei 2020

hukum untuk menghukum vs menghukum dengan hukuman


hukum untuk menghukum vs menghukum dengan hukuman

Manusia produktif, kreatif dan berdedikasi untuk masa depannya. Lebih daripada itu tidak sekedar sibuk diri. Mampu mengerjakan 2-3 pekerjaan pada waktu yang sama dan pada tempat lokasi yang tak beda jauh. Kecuali sedang bergerak duduk dalam kendaraan. Tak perlu dinarasikan.

Manusia nusantara sejak zaman batu sudah mempraktikkan dengan gaya senyap menerus. Duduk atau jongkok tanpa berputar. Aksi diam BAB, mulut sibuk sebagai ahli hisap, tangan sigap HP komunikasi dengan dunia luar.  Sesekali berteriak karena pihak lain antri minta waktu. Kejadian perkara, kasus peristiwa  di WC Umum. Pelaku utama rakyat kebanyakan.

Masih banyak tingkah laku peradaban manusia yang mampu dengan bahasa tubuh, pihak lain salah tafsir. Sanksi hukum berlaku berdasarkan pasal di UU yang dilanggar. Proses hukum bukan sekedar memenuhi kuota anggaran penegakkan hukum. Anggaran non-budgeter itulah yang diandalkan. Asal jangan main sadap permufakatan merugikan episode “Buaya vs Buaya”.

Untung tak dapat dihitung. Rugi tak dapat dibagi. Bukan saduran, serapan maupun kompromi. Sekilas, judul seolah mau biacara soal ekonomi atau ikhwal biaya politik, ongkos perkara, efektivitas Rp,  mata rantai tarif jasa keuangan, risiko jual beli. Padahal mau bilang hukum keseimbangan. Karena rasa keadilan tidak bisa mengandalkan timbangan secara fisik. Setara di depan hukum.

Kerugian uang negara plus negara dirugikan tak bisa main banding, sanding, tanding dengan kisah sukses koruptor terjerat OTT, pengemplang pajak yang tak tertangkap jejak kakinya sampai serta jual beli kursi demokrasi. Demi dan untuk negara koq itung-itungan.

Daripada merugikan keuangan negara. Bahasa hukum nusantara menegaskan bahwasanya tindak pidana korupsi (tipikor) masuk kategori kejahatan luar biasa. Menimbang pelakunya bukan orang biasa. Kapasitas pelaku masuk kategori ‘super body’ alias kebal hukum dan atau tebal Rp. Atau sebagaimana uraian pada Indeks Persepsi Korupsi tahunan.

Nusantara besar ujaran daripada fakta. Sebagai bangsa yang ahli mengedepankan akal. Maka segala perkara kehidupan berbangsa, bernegara bisa dipasalkan. Rambu-rambu lalu lintas menjadi multimanfaat di tangan ahlinya. 

Saat hukum sedang memproses sebuah perkara. Pada hakikatnya secara paralel, bersamaan menyelesaikan beberapa perkara sekaligus. Sesuai penerapan pasal berlapis. [HaéN]
 [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar