Halaman

Rabu, 20 Mei 2020

tempat praktik hukum tak bertuan


tempat praktik hukum tak bertuan

Hukum yang ada di nusantara, tanpa kamus hukum sudah paham adanya paham Res Nullius (Latin) atau Ownerless (Inggris). Maksud baik dan niat mulia, pemahaman untu memahami bahwa ada benda konkrit, kasat mata, mawujud maupun benda abstrak, imajiner yang tidak mempunyai suatu bentuk hak untuknya. Tidak ada pasal kepemilikan atasnya. Kecuali menjadi milik yang menemukan pertama kali. Bukan berarti pihak manapun bebas merasa memilikinya.

Hukum alam selama belum berlaku hukum buatan manusia, masih layak pakai, layak terap dan alami. Norma hukum yang menjadi kendali, kontrol moral masyarakat bisa kalah pamor. Dalih dan dalil kepentingan umum, maka dimunculkan hukum atau kebijakan dinamis, kondisional serta bertarif dasar maupun tarif komersial plus tarif progresif.

Dinamika istilah, ungkapan, semboyan, filosofi ‘hukum tak bertuan’ mendapat imbangan ‘hukum terlantar’. Kian membuktikan siapa pihak yang mampu menetapkan hukum akan menjadi penghukum. Bahasa miringnya, menjadi pengauasa atau segala penguasa dejure maupun defacto.

Rumusan hukum di nusantara sudah mampu melampaui kebutuhan dan tantangan tatanan adab berbangsa dan bernegara. Konstitusi yang menjadi hukum politik kian memantapkan diri. Jaga jarak aman dengan segala kemungkinan daya kritis obyek hukum.

Masuk batasan berguna, bermanfaat bagi tanah-air. Pada kesimpulan akhir harus punya bak berhala reformasi 3K (kaya, kuat, kuas) plus K (kursi). Pada umumnya, hukum merupakan simpul akhir atas aneka kejadian, peristiwa, perkara dengan hasil akhir, konvergensi, dampak yang sama. Beda atau keterbalikan 180 derajat, kontradiksi dengan hukum nasional nusantara.

Tak salah memang terjadinya begitu, bahwasanya hukum di Indonesia untuk menghukum. Sisi lain sebagai biang segala biang kasus. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar