Halaman

Selasa, 05 Mei 2020

covid-19 lenyap, padahal tak punya sayap


covid-19 lenyap, padahal tak punya sayap

Anak bangsa pribumi nusantara, terbiasa menghadapi lawan politik. Terasa menjadi menu laga harian di era presiden RI ketujuh. Siapa melawan siapa, tergantung skenario. Siapa menjadi apa tak luput dari konspirasi mondial, efek karambol globalisasi. Ruang gerak perebutan kursi negara multipartai sudah bisa ditebak sejak awal.

Pesta demokrasi daripada Suharto, sebelum pelaksaan coblosan sudah diketahui babak final. Pemilu betul-betul menjadi formalitas berbangsa dan bernegara. Kehidupan bermasyarakat tak luput dari ramuan politik. Tak akan habis dibahas. Disertasi atau pengamatan pihak asing nyaris lomba adu nyali.

Bak Indonesia di bawah tempurung politik nusantara. Paham versi awam, bahwasanya covid-19 bukan senyawa kimiawi produk laboratorium kriminal negara superpenduduk. Tidak masuk kategori senjata konvensioanal pemusnah massal. Daya jangkaunya tak kenal kawan, tak mau tahu sekutu atau seteru.

Selaku negara demokratis, selain pada wujud multipartai, anak kemarin sore pun bisa mempengaruhi proses kebijakan nasional. Efektivitas satu data dipakai secara massal, bukti ringan betapa bangsa manusia bebal kian berakal kian banyak akal.

Sesi selingan pereda tensi. Komoditas politik ulama nusantara, tahan lama vs habis pakai. Kutak tahu saja atau kutak tahu banget. Nyatanya demikianlah faktamorgana atau isu nasional. Julukan ulama nusantara menunjukkan skala daya juang, daya siap tanding, sigap banting, siaga sanding. Skenario daya saing ujung-ujungnya malah menjadi daya kesiangan.

Éra anéka mégatéga menghadirkan suasana batin sehingga kawah candradimuka tahun politik 2018 dan 2019, menjadikan putra-putri asli daerah bebas saling libas. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar