over petok-petok, keok
sebelum berkokok
Mental ayam sayur langsung dong, judul mengacu, mengaca jarwo dosok “jawa” yaitu jaler dan wadon. Frasa “sing ngendok petok-petok” jelas babon. Tugas ayam jago untuk berkokok jelang fajar berkibar. Soal ada
jago berkokok di tengah malam, karena kandangnya terang. Mitos atau lain pasal, serahkan kepada ybs.
Pada alam masyarakat manusia, peolok-olok
politik tidak kenal emansipasi. Tanpa batas umur atau usia. Ironis binti miris,
oknum atau kawanan penyandang gelar akademis semangkin berderet akan berbanding
lurus dengan peningkatan daya ingat. Tepatnya hafal kredo berbasis kata makian,
umpatan, nista.
Tahun politik 2018 dan 2019 mengingatkan dalil “jas merah” alias jangan
sekali-sekali meninggalkan sejarah. Propaganda PKI di zaman Orde Lama rasanya
mengilhami modus olok-olok politik. ‘Nasakom’ jiwaku menjiwai parpol wong cilik
(perpaduan dinamis antara proletar dengan rakyat jelata).
Arus globalisasi plus minus dinamika masyarakat nusantara, seolah anak
bangsa pribumi bersatu menghadapi agresi covid-19. Semula penguasa adem-ayem
menghadapi pandemi virus corona Wuhan. Nusatara selaku negara paling bersahabat
dengan China, yakin aman. Seperti biasa sebagai negara yang tak diperhitungkan
eksistensinya.
Jadi, bagaimana nasib telur ayam yang biasanya masuk hotel dan restoran
berklas. Ayam kampus bisa-bisa terdongkrak martabatnya. Bermain di rumah saja
pindah ke rumah saja yang lain. “Jago
kandang” tetap delus-leus karena jinak-jinak buaya. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar