Halaman

Jumat, 29 Mei 2020

anomali kedaulatan negara hukum, naskah akademik vs judicial review


anomali kedaulatan negara hukum, naskah akademik vs judicial review

Darimana datangnya hukum di nusantara. Dari penguasa zaman pemerintah Hindia Belanda turun ke rakyat. Padahal di masyarakat manusia sudah terbentuk norma. Penggunaan NSPK (norma, standar, prosedur dan kriteria) sudah baku, umum dan nasional.

Bincang, bicara peradaban politik nusantara memang terasa sudah jauh melampaui status diri. Aneka kejadian seolah hitung mundur dari skenario global, konspirasi antar penguasa dunia. Nusantara menjadi miniatur peradaban dunia.

Agar olahkata ini berindikasi memainkan, melecehkan, melanggar hukum nasional berencana. Maka ada dan banyak eloknya kita simak apa itu” naskah akademik”  maupun “judicial review”.

Kilas balik UU RI nomor 15 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor L2 Tahun 20ll tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, fokus pada Pasal 1 ayat 11:

Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah KabupatenlKota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

Istilah “judicial review”. Secara awam dan kasat mata, lema “view” dimaksudkan pandangan mata bebas melihat pemandangan alam. Jargon pariwara promosi lokasi yang seolah ramah lingkungan. Calon penghuni serta percalonan lainnya, bisa melihat alam dunia manusia tanpa sekat.

Gampangannya, anggap saja review adalah bentuk lain “pengujian” secara kontekstual. Jadi, sebutan pengujian terhadap hukum,  dapat lebih dipahami berdasarkan pembagian tiga aspek yaitu objek yang diuji, fase waktu pengujiannya serta subjek yang melakukan pengujian.

Pengujian norma hukum berdasarkan dari aspek fase waktu pengujiannya. Wajar sebut istilah review dan preview. Diterapkan sesuai proses menimbang sampai memutuskan UU serta keberlakuan setelah diundangkan. Oleh karena itu, lema “review” yang berasal dari kata ”re” dan ”view” berarti memandang, menilai atau menguji setelah produk hukum efektif. Alias tinjauan ulang sesuai ilmu rakyat.

Sedangkan lema “preview” yang berasal dari kata ”pre” dan ”view” bemaksud memandang, menilai atau menguji norma sebelum resmi atau sempurnanya produk hukumt sebagai hukum.

Berkat daya juang tanpa pamrih manusia-politik nusantara 1999-2002 dengan hasil antara lain Perubahan Ketiga UUD NRI 1945. Muncul tamabahan 3 (telu) pasal baru pada Pasal 24. Terkait judul, simak:
Pasal 24A
(1)       Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
Serta:
Pasal 24C
(1)       Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir  yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Bahasa di MK, judicial review lebih mudah dipahami selaku uji materi.

”Konsep pengujian” peraturan perundang-undangan menjadi ajang praktek ketatanegaraan seperti judicial review, legislative review, atau executive review. Selaku bukti ringan sibuknya penguasa menjaga eksistensi. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar