anomali kedaulatan
negara hukum, naskah akademik vs judicial review
Darimana datangnya hukum
di nusantara. Dari penguasa zaman pemerintah Hindia Belanda turun ke rakyat.
Padahal di masyarakat manusia sudah terbentuk norma. Penggunaan NSPK (norma,
standar, prosedur dan kriteria) sudah baku, umum dan nasional.
Bincang, bicara
peradaban politik nusantara memang terasa sudah jauh melampaui status diri.
Aneka kejadian seolah hitung mundur dari skenario global, konspirasi antar
penguasa dunia. Nusantara menjadi miniatur peradaban dunia.
Agar olahkata ini
berindikasi memainkan, melecehkan, melanggar hukum nasional berencana. Maka ada
dan banyak eloknya kita simak apa itu” naskah akademik” maupun “judicial review”.
Kilas balik UU RI nomor
15 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor L2 Tahun 20ll tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, fokus pada Pasal 1 ayat 11:
Naskah Akademik adalah
naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya
terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah
KabupatenlKota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum
masyarakat.
Istilah “judicial
review”. Secara awam dan kasat mata, lema “view” dimaksudkan
pandangan mata bebas melihat pemandangan alam. Jargon pariwara promosi lokasi
yang seolah ramah lingkungan. Calon penghuni serta percalonan lainnya, bisa
melihat alam dunia manusia tanpa sekat.
Gampangannya, anggap
saja review adalah bentuk lain “pengujian” secara kontekstual. Jadi, sebutan
pengujian terhadap hukum, dapat lebih
dipahami berdasarkan pembagian tiga aspek yaitu objek yang diuji, fase waktu
pengujiannya serta subjek yang melakukan pengujian.
Pengujian norma hukum
berdasarkan dari aspek fase waktu pengujiannya. Wajar sebut istilah review
dan preview. Diterapkan sesuai proses menimbang sampai memutuskan UU
serta keberlakuan setelah diundangkan. Oleh karena itu, lema “review” yang
berasal dari kata ”re” dan ”view” berarti memandang, menilai atau
menguji setelah produk hukum efektif. Alias tinjauan ulang sesuai ilmu rakyat.
Sedangkan lema “preview”
yang berasal dari kata ”pre” dan ”view” bemaksud memandang,
menilai atau menguji norma sebelum resmi atau sempurnanya produk hukumt sebagai
hukum.
Berkat daya juang tanpa
pamrih manusia-politik nusantara 1999-2002 dengan hasil antara lain Perubahan
Ketiga UUD NRI 1945. Muncul tamabahan 3 (telu) pasal baru pada Pasal 24.
Terkait judul, simak:
Pasal 24A
(1)
Mahkamah Agung berwenang
mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang
diberikan oleh undang-undang.
Serta:
Pasal 24C
(1)
Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus
pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
umum.
Bahasa di MK, judicial review lebih mudah dipahami selaku uji
materi.
”Konsep pengujian” peraturan perundang-undangan menjadi ajang praktek
ketatanegaraan seperti judicial review, legislative review, atau executive
review. Selaku bukti ringan sibuknya penguasa menjaga eksistensi. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar