dilema orientasi tunas bangsa nusantara, sabun cair vs
tisu serbaguna
Efektvitas globalisasi dan pasar bebas dunia tak terasa sebagai momok
sesuai dalil bonus demografi. Sejak tahun 2012 hingga 2035 Indonesia memasuki
era bonus demografi. Momen ini akan bergerak menuju terbukanya window of
opportunity secara maksimal pada tahun 2028 hingga 2031. Struktur penduduk
didominasi oleh mereka yang berusia produktif (15–64 tahun). Lebih besarnya
jumlah penduduk usia produktif dibandingkan dengan usia nonproduktif tersebut
menawarkan peluang, kesempatan sekaligus tantangan yang sangat besar.
Idealnya, pertumbuhan ekonomi secara maksimal dapat terjadi ketika rasio
ketergantungan berada di bawah angka 50. Kondisi ini juga disebut sebagai the
window of opportunity (jendela kesempatan).
Besar kecilnya “jendela kesempatan” akan tergantung pada tingkat
pengendalian penduduk. Karenanya sangat penting untuk terus berpartisipasi
dalam program Keluarga Berencana (KB) dengan slogannya “Dua Anak Cukup”. Program
KB menjaga agar struktur penduduk tetap berada pada titik ideal untuk
mendapatkan bonus demografi.
Keberhasilan KB pada dekade 1980-an yang didukung oleh partisipasi
masyarakat yang baik terhadap program ini telah terbukti berhasil mengubah
struktur usia penduduk Indonesia yang sebelumnya lebih banyak berusia nonproduktif
menjadi lebih banyak usia produktif.
Disebut jendela karena sifatnya yang memang terbatas. Pergerakan struktur
umur yang dinamis menyebabkan bonus demografi hanya terjadi pada satu periode
tertentu dan akan berlalu setelah itu.
Sebenarnya, yang dimaksud bonus demografi adalah kondisi ketika terdapat
potensi manfaat ekonomi, terjadi karena jumlah penduduk produktif lebih banyak
dari jumlah penduduk usia nonproduktif, atau angka rasio ketergantungan menurun
di bawah angka 50. Kalau menyebut angka 50 berarti 50 per 100, atau 50 penduduk
usia belum maupun sudah tidak produktif ditanggung oleh 100 penduduk usia kerja
atau masih produktif.
Karena itulah sifatnya disebut “bonus”, yaitu mendatangkan keuntungan.
Namun apabila suatu negara tidak dapat memanfaatkannya pada periode yang tepat,
maka harus bersiap menghadapi masalah berikutnya, yaitu peningkatan rasio
jumlah penduduk lanjut usia yang akan menjadi beban dan tidak diantisipasi
dengan baik.
Kelas pekerja inilah yang kemudian juga akan menjadi masyarakat kelas
menengah dengan tingkat konsumsi tinggi. Diproyeksikan jumlah kelas pekerja di
Indonesia adalah 135 juta orang pada tahun 2030 nanti (McKinsey, 2012).
Untuk memperoleh keuntungan dari bonus demografi hingga 2035 tersebut, maka
penduduk Indonesia harus produktif dan dapat menjadi mesin pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan, jangan malah menjadi sumber munculnya konflik sosial antarkelas
di masa depan.
Sementara itu, jumlah penduduk Indonesia yang besar menjadi magnet bagi
kegiatan ekonomi, bukan hanya oleh masyarakat Indonesia, tetapi juga orang dari
negara lain. Akibatnya, para pencari kerja di dalam negeri harus bersaing
secara langsung dengan para pencari kerja yang berasal dari negara-negara
anggota ASEAN.
Jadi, urutannya begini: dimulai dari kehamilan yang sehat, lalu pemenuhan
gizi, kemudian pendidikan yang berkualitas, baru masuk ke pasar kerja dengan kualitas
tinggi.
LALU APA HUBUNGANNYA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN BONUS DEMOGRAFI?
Jelas sangat berhubungan. Karena untuk mencapai bonus demografi, setiap negara
harus dapat memaksimalkan potensi generasi yang ada. Salah satu caranya adalah
memastikan keberadaan masyarakat yang terjaga kesehatannya.
BEBERAPA TAHUN TERAKHIR PEMERINTAH MEMANG MENGGALAKKAN PROGRAM PENDIDIKAN
ANAK USIA DINI (PAUD). Program ini untuk menunjang persiapan generasi baru menyongsong
usia produktifnya. PAUD bertujuan mengoptimalkan segala aspek perkembangan anak
seperti kognitif, bahasa, fisik, sosial dan emosional sedini mungkin atau anak
usia prasekolah.
Sumber utama buku “siapa mau bonus? peluang demografi Indonesia”, tidak
untuk diperjualbelikan, Kominfo agustus
2014. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar