Halaman

Minggu, 24 Mei 2020

paket cinta tanah air, sesuai kontrak politik vs syarat adab berkemajuan


paket cinta tanah air, sesuai kontrak politik vs syarat adab berkemajuan

Pelantun lagu “jatuh cinta berjuta rasanya. . . . “. Jika melihat betapa generasi bau kencur malah sudah patah hati. Muncul aneka istilah, ungkapan yang tak ada di kamus, kecuali kamus gaul. Bergerak menjadi bahasa sandi antar pengguna cinta bebas. Bebas sertifikat laik mabuk darat, mual udara, gila laut plus linglung polisi.

Di mana bagian tanah air dipijak, disitulah sumber pendapatan, penghasilan terpendam. Mulai menanam jagung di kebun sendiri sampai ikut lelang terbatas,  penunjukkan langsung, arisan terselubung. Faktor penentu biaya politik sesuai bahan, tenaga, alat demokrasi.

Konten pariwara politik dengan pemain utama kawanan penyelenggara negara yang sedang kontrak politik. Maunya bernafaskan memperadabkan gaya hidup berbangsa dan bernegara. Tapi apa daya, namanya fakta sejarah di atas kursi masih ada kursi. Di  kolong langit, di atas hamparan nusantara. Analog keterbalikan 180 derajat. Di balik amanat rakyat, seperti ada peluang, kesempatan pihak terpercaya untuk ambil sikap tindak bebas. Bisnis politik menjadikan pihak pembeli kepercayaan, merasa berhak menentukan nasib bangsa. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar