paket cinta tanah air,
sesuai kontrak politik vs syarat adab berkemajuan
Pelantun lagu “jatuh cinta berjuta rasanya. . . . “. Jika melihat betapa
generasi bau kencur malah sudah patah hati. Muncul aneka istilah, ungkapan yang
tak ada di kamus, kecuali kamus gaul. Bergerak menjadi bahasa sandi antar
pengguna cinta bebas. Bebas sertifikat laik mabuk darat, mual udara, gila laut
plus linglung polisi.
Di mana bagian tanah air dipijak, disitulah sumber pendapatan, penghasilan
terpendam. Mulai menanam jagung di kebun sendiri sampai ikut lelang terbatas, penunjukkan langsung, arisan terselubung. Faktor
penentu biaya politik sesuai bahan, tenaga, alat demokrasi.
Konten pariwara politik dengan pemain utama kawanan penyelenggara negara
yang sedang kontrak politik. Maunya bernafaskan memperadabkan gaya hidup
berbangsa dan bernegara. Tapi apa daya, namanya fakta sejarah di atas kursi
masih ada kursi. Di kolong langit, di
atas hamparan nusantara. Analog keterbalikan 180 derajat. Di balik amanat
rakyat, seperti ada peluang, kesempatan pihak terpercaya untuk ambil sikap
tindak bebas. Bisnis politik menjadikan pihak pembeli kepercayaan, merasa
berhak menentukan nasib bangsa. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar