Halaman

Selasa, 12 Mei 2020

memajukan diri mbokdé mukiyo, dudu mengajukan


memajukan diri mbokdé mukiyo, dudu mengajukan

Ikhwal ‘memajukan’ sudah tersurat pada Pembukaan (preambule) UUD NRI 1945, alinea keempat atau terakhir:
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, . . .

Berkat Perubahan Kedua  UUD NRI 1945 pada tahun 2000, muncul pasal baru, ayat baru, yaitu:
Pasal 28C
(2)           Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Bagaimana membunyikan ungkapan “memajukan diri” agar tampak konstitusional. Minimal masuk ranah politik nusantara yang sarat moral. Tak pakai jauh dan apalagi berliku. Bukan kebetulan ada kemudhan di depan mata. Ternyata dengan lanjut menyimak iseng sampailah pada:
Pasal 28D
(3)           Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Seolah-olah, seakan-akan ada jalan pintas bahwa setiap orang bisa langsung berkecimpung di pemerintahan. Apa yang dimaksud dengan pemerintahan?

Padahal, tanpa Perubahan UUD NRI 1945 sudah tersurat sedemikiannya:
Pasal 27
(1)           Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Tersirat, bahwa semua orang bisa ikut laga bola. Tanpa proses apapun. Pokoknya asal bisa menendang, berlari dan adu kaki. Tanpa pengalaman politik, namun karena punya kendaraan politik, bisa langsung masuk kawanan, barisan memegang kekuasaan pemerintahan negara. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar