memajukan diri mbokdé mukiyo, dudu
mengajukan
Ikhwal ‘memajukan’ sudah tersurat pada Pembukaan
(preambule) UUD NRI 1945, alinea keempat atau terakhir:
Kemudian daripada itu
untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, . . .
Berkat Perubahan Kedua UUD NRI 1945 pada tahun 2000, muncul pasal
baru, ayat baru, yaitu:
Pasal 28C
(2)
Setiap orang berhak untuk memajukan
dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat,
bangsa, dan negaranya.
Bagaimana membunyikan ungkapan “memajukan
diri” agar tampak konstitusional. Minimal masuk ranah politik nusantara yang
sarat moral. Tak pakai jauh dan apalagi berliku. Bukan kebetulan ada kemudhan
di depan mata. Ternyata dengan lanjut menyimak iseng sampailah pada:
Pasal 28D
(3)
Setiap warga negara berhak
memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Seolah-olah, seakan-akan ada jalan
pintas bahwa setiap orang bisa langsung berkecimpung di pemerintahan. Apa yang
dimaksud dengan pemerintahan?
Padahal, tanpa Perubahan UUD NRI
1945 sudah tersurat sedemikiannya:
Pasal 27
(1)
Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Tersirat, bahwa semua orang bisa
ikut laga bola. Tanpa proses apapun. Pokoknya asal bisa menendang, berlari dan
adu kaki. Tanpa pengalaman politik, namun karena punya kendaraan politik, bisa
langsung masuk kawanan, barisan memegang kekuasaan pemerintahan negara. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar