Halaman

Kamis, 21 Mei 2020

hiérarki semu status gengsi masyarakat pribumi nusantara


hiérarki semu status gengsi masyarakat pribumi nusantara

Pariwara pengalih isu dan kasus nasional, memberondong kuping pemirsa dengan dalih tumbuh ke atas, bukan tumbuh dari bawah, dari tanah. Apalagi sebagai proses alami. Bibit unggul setelah sekian kali mengalamai masa tanam, perlu pengkayaan atau seleksi bibit baru. Konversi 1 lt beras sama dengan seberat 8 ons.

Justru karena mempertahankan kadar politik pada usaha keluarga,  terjadilah pola, arus dan lagu lama. Fakta lain menujukkan dégénerasi sudah unjuk gigi. Tak sampai tujuh turunan sukses mengalami pelambatan, pengurangan atau pembelokkan. Ketahanan mental secara sadar masuk kategori retardasi mental.

Terdapat defisit atau gangguan fungsi adaptif pada komunikasi, kendali dan kontrol diri sendiri, hidup eksis di keluarga, kemampuan sosial/interpersonal di kehidupan bermasyarakat, pembuktian kemampuan akademik.

Masyarakat majemuk nusantara menjadi potensi dasar, pondasi utama berbangsa. Batasan masyarakat majemuk horizontal di tanah-air membentuk formulasi bangsa., terjadi dari aneka suku bangsa. Penamaan SARA berasal dari isu separatis-minoritas. Memberi mainan ajaib, modern ke kawanan penyelenggara negara, termasuk alat negara.

Status ekonomi yang menambah jenjang kemanusiaan, skala sesuai daya belanja, bukan pada penghasilan. Tidak masuk kategori gaji bulanan. Sudah tidak lagi bekerja pada orang atau sistem. Ada sebutan yang belum baku sudah tergantikan generasi, versi lanjutan.

Ungkapan ‘demenyar’ yaitu deman atau suka jika anyar, baru. Bukan barang baru, karena di tempat sebelumnya sudah apkir. Sisi lain dari gaya hidup ‘bisa makai, tak bisa memelihara, tak mampu merawat’.

Protokol akses berbagi-pakai (sharing) data Kebijakan Satu Peta. Dicari, paket hemat Pancasila sekali pakai. Bukan asumsi sejarah atau fakta kejadian perkara yang masih, sedang, akan terjadi. Perguliran pasal pelanggaran sumpah dan atau janji jabatan penyelenggara negara. Terkhususnya, akibar rangkaian pesta demokrasi daripada Soeharto yang berlanjut ke rezim politik reformasi. Tak ada kapoknya. Bahkan kian ganas, tak perduli mulai dari tingkatan kursi. Asal diduduki oleh manusia politik yang kontrak politik lima tahun.

Bangsa yang terkontaminasi dalil SARA akhirnya rawan, rentan, riskan pola alami degradasi yang berkorelasi langsung dengan biaya politik. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar