Halaman

Jumat, 22 Mei 2020

Bhinneka Tunggal Ika vs simbol SARAnaga


Bhinneka Tunggal Ika vs simbol SARAnaga

melek UUD NRI 1945 dan UU
Tak ada rasa bosan, jemu, jenuh, kesal, muak, mual, sebal atau bahkan bikin nek. Tetap saja menyebutkan berkat jasa tanpa pamrih didasari niat mulia manusia politik nusantara pasca 21 Mei 1998. Perubahan atau amandemen kedua UUD NRI 1945 pada tahun 2000, menghasilkan antara lain:

BAB XV
BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA
LAGU KEBANGSAAN

Pasal 36A
Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Kelanjutannya maka dengan persetujuan bersama DPR RI dan Presiden RI memutuskan, menetapkan UU 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Langsung ke penjelasan Pasal 46 UU24/2009:
Yang dimaksud dengan “semboyan Bhinneka Tunggal Ika” adalah pepatah lama yang pernah dipakai oleh pujangga ternama Mpu Tantular. Kata bhinneka merupakan gabungan dua kata: bhinna dan ika diartikan berbeda-beda tetapi tetap satu dan kata tunggal ika diartikan bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

melek fakta
Jadi, kita simak naskah_Naskah Komprehensif Buku 2 UUD NRI 1945. Namun karena terdiri atas 724 halaman. Secara acak dengan carian kata kunci ‘suku’. Suku yang bukan berarti ‘sikil’nya wong Jawa. Kita mulai sesuai yang nyangkut urut.

bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan dasar negara Pancasila adalah bentuk final ketatanegaraan yang tidak perlu berubah, bahkan harus dipertahankan sebagai amanat para pendiri Republik yang wajib ditunaikan oleh kita bersama sebagai bangsa yang menjunjung tinggi komitmen persatuan dan kesatuan dalam pluralitas budaya, agama dan suku bangsa.

dalam Pembukaan UUD 1945 telah dimuat dasar negara (Pancasila) yang sangat fundamental bagi tetap tegak kokohnya eksistensi kebhineka-tunggal-ikaan bangsa Indonesia. Sebab dengan mendasarkan pada Pancasila maka aneka kebhinekaan masyarakat kita, baik itu suku, agama, ras, antar golongan, bahasa, adat-istiadat, dan budaya, maupun daerah tempat tinggal dapat disatupadukan menjadi ketunggalan yang kokoh.

Penegasan negara kesatuan dengan kebhinekaan Indonesia yang menyangkup kepulauan, golongan, kesukuan daerah, adat istiadat, kebudayaan, politik dan agama.

Di satu sisi kami melihat masalah Pancasila ini juga manfaat cerminan dan pada kondisi nasional kita, yaitu begitu banyak pulau, begitu banyak suku, ada ke- bhinneka tunggal ika-an yang mana diperlukan suatu katakanlah pengikat yang cocok dengan sejarah maupun sifat untuk bangsa ini.

pidato Bung Karno dijadikan rujukan untuk menyusun Undang-Undang Dasar 1945 dan pidato Bung Karno itu empat halaman menguraikan tentang mengapa kita perlu mempunyai negara kebangsaan bukan negara ras, ataupun bukan negara agama, atau bukan negara suku. Tafsir saya adalah, apakah karena itu lalu ada bentuk negara kesatuan? Karena negara kesatuan adalah satu instrumen untuk membangun bangsa. Karena kita membangun negara bangsa tapi belum jadi bangsanya.

karena MPR sudah seluruhnya dipilih oleh rakyat bahkan Utusan Golongan pun yang mewakili suara golongan minoritas. Kemudian suku terasing dan yang under represented itu juga dipilih melalui golongannya masing-masing, maka sebetulnya semua anggota MPR sudah dipilih oleh rakyat. Karena MPR merupakan pelaksana kedaulatan rakyat, maka Presiden bukanlah mandataris. Jadi mandat tertinggi rakyat itu berhenti kepada MPR.

Kemudian mengenai masalah lembaga kedaulatan rakyat. Kami memahami MPR itu bukan sekedar pengganti raja sebetulnya, pengertian dulu tersebut. Tapi bahwa negara Indonesia ini memang begitu heterogen terjadi dari suku, agama dan pulau, memang perlu ada satu lembaga yang disebut penjelmaan rakyat. Di mana semua rakyat terwakili. Ini mungkin akan berbeda sedikit dengan teman-teman dari Utusan Golongan.

Jadi, maksud kami kalau masalahnya adalah semua aspirasi dan wakil terwakili, jangan kita persoalkan mengenai mekanisme pemilihannya. Jadi, kami ingin mengetengahkan supaya kita pegang mana yang pokok-pokok jangan mekanisme yang menjadi persoalan.

1945 dirumuskan, memang suasana kebatinan seluruh the founding fathers memang kebangsaan, Pak. Karena pergolakan penjajahan dari 1908-1928 sepenuhnya gitu Pak. Sehingga semua tafsir itulah tafsir bangsa. Nah, hal ini sekarang kan meluntur Pak, meluntur oleh karena berbagai tindakan ketidakadilan, kesenjangan, sehingga umumnya secara sosiologis masyarakat itu kalau merasa tertekan, termarjinalkan, mereka lari kepada kepompongnya, (subyektivitas primer). Merasa seolah-olah dia akan terlindung dengan pengertian otonomi, dengan pengertian suku, dengan pengertian kelompok. Padahal dalam pertarungan global, itu sebenarnya mereka akan terpukul habis.

Untuk ini kami ingin menanyakan menurut Bapak apakah masih perlu masalah kebangsaan ini dimasukkan di sini? Karena masalah simbol tadi yang ada hanya bahasa kebangsaan, bendera kebangsaan. Tapi konsep bangsa itu menurut Bapak masih perlu atau tidak? Karena realita kedepannya, ini memang, kemungkinan bangsa ini bubar itu besar sekali, Pak.

Dalam hal ini ITB berpendapat kita perlu mengembangkan falsafah kebangsaan yang dapat tetap menyatukan bangsa Indonesia, yang bertumpu pada konsep fundamental yang kokoh dan dapat diterima seluruh pihak serta menjadi dasar bagi kita untuk tetap hidup bersama. Dan dalam kesempatan ini barangkali kita akan melihat nanti, ada suatu alternatif yang dapat dipertimbangkan, adalah realitas geopolitik benua maritim. Suatu tatanan alam anugerah Tuhan sumber seluruh sumber yang lengkap dari seluruh aspek kehidupan yang dapat menjadikan suku-suku bangsa kita menjadi senasib. Dan bukan hanya senasib, senasib mungkin konotasinya negatif, tapi seperuntungan dan merasa menjadi satu.

Sardjono mengusulkan pentingnya memasukkan lambang negara Bhineka Tunggal Ika. Nah, mungkin untuk menegaskan itu karena di dalam Undang-Undang Dasar tidak disebutkan lambang negara. Barangkali ada baiknya lambang negara dimasukan, di mana kata “Bhinneka Tunggal Ika” itu masuk sebagai salah satu kesepakatan. Dan bhinneka disebutkan di awal. Jadi tunggalnya itu merupakan suatu proses yang kemudian, bukan proses rekayasa saya kira. Bukan enginering. Tapi dia merupakan transformasi. Pada suatu saat akan terjadi itu. Sehingga nanti pada suatu saat tertentu yang disebut.., jadi seperti kita sekarang ini ada orang Betawi ada orang Jakarta. Nanti ada orang Sumatera Utara dan ada orang Batak. Jadi proses migrasi akan berjalan seperti itu, sehingga di setiap daerah terjadi proses-proses sosial yang berjalan dengan sendirinya. Terjadilah apa yang disebut cross-cutting antar suku, antar agama dan itu yang mungkin akan kita lakukan. Sehingga batas-batas etnik akan hilang dengan sendirinya.

Nah, saya kira memang apa ya…, multi culturalism perlu kita kembangkan di negeri ini. Karena bagaimanapun juga, masyarakat majemuk itu selalu rawan dengan pertentangan-pertentangan. Tapi janganlah konflik itu ditiadakan. Karena konflik adalah hal yang wajar, yang ditiadakan adalah penyelesaian konflik dengan kekerasan. Nah, ini yang seharusnya dihindari. Nah, dengan demikian maka proses menjadi Indonesia itu akan terus berjalan. Sedangkan negara Indonesia memang sudah terbentuk tapi jangan dianggap bahwa bangsa Indonesia merupakan bentuk final ketika kita merdeka tahun 1945.

simpul tanpa saran
Kelompok minoritas tapi menguasai, mendominasi pergerakan, perputaran  roda ekonomi lokal sampai multinasional, semiglobal.  Bahkan merambah ke panggung politik nusantara dibawah komunikasi, koordinasi, kendali mereka. Hunian ekslusif sampai berupa pulau buatan. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar