Bhinneka Tunggal Ika vs
simbol SARAnaga
melek UUD NRI 1945 dan
UU
Tak ada rasa bosan, jemu, jenuh, kesal, muak, mual, sebal atau bahkan bikin
nek. Tetap saja menyebutkan berkat jasa tanpa pamrih didasari niat mulia
manusia politik nusantara pasca 21 Mei 1998. Perubahan atau amandemen kedua UUD
NRI 1945 pada tahun 2000, menghasilkan antara lain:
BAB XV
BENDERA, BAHASA,
DAN LAMBANG NEGARA, SERTA
LAGU KEBANGSAAN
Pasal 36A
Lambang Negara ialah Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Kelanjutannya maka dengan persetujuan bersama DPR RI dan Presiden RI
memutuskan, menetapkan UU 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Langsung ke penjelasan Pasal 46 UU24/2009:
Yang dimaksud dengan “semboyan Bhinneka Tunggal Ika”
adalah pepatah lama yang pernah dipakai oleh pujangga ternama Mpu Tantular.
Kata bhinneka merupakan gabungan dua kata: bhinna dan ika diartikan berbeda-beda tetapi tetap
satu dan kata tunggal ika diartikan bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan.
Semboyan ini digunakan menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
melek fakta
Jadi, kita simak naskah_Naskah Komprehensif Buku 2 UUD NRI 1945. Namun karena
terdiri atas 724 halaman. Secara acak dengan carian kata kunci ‘suku’. Suku yang
bukan berarti ‘sikil’nya wong Jawa. Kita mulai sesuai yang nyangkut urut.
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan dasar negara Pancasila
adalah bentuk final ketatanegaraan yang tidak perlu berubah, bahkan harus
dipertahankan sebagai amanat para pendiri Republik yang wajib ditunaikan oleh
kita bersama sebagai bangsa yang menjunjung tinggi komitmen persatuan dan
kesatuan dalam pluralitas budaya, agama dan suku bangsa.
dalam Pembukaan UUD 1945 telah dimuat dasar negara (Pancasila) yang sangat
fundamental bagi tetap tegak kokohnya eksistensi kebhineka-tunggal-ikaan bangsa
Indonesia. Sebab dengan mendasarkan pada Pancasila maka aneka kebhinekaan
masyarakat kita, baik itu suku, agama, ras, antar golongan, bahasa,
adat-istiadat, dan budaya, maupun daerah tempat tinggal dapat disatupadukan
menjadi ketunggalan yang kokoh.
Penegasan negara kesatuan dengan kebhinekaan Indonesia yang menyangkup
kepulauan, golongan, kesukuan daerah, adat istiadat, kebudayaan, politik dan
agama.
Di satu sisi kami melihat masalah Pancasila ini juga manfaat cerminan dan
pada kondisi nasional kita, yaitu begitu banyak pulau, begitu banyak suku, ada
ke- bhinneka tunggal ika-an yang mana diperlukan suatu katakanlah pengikat yang
cocok dengan sejarah maupun sifat untuk bangsa ini.
pidato Bung Karno dijadikan rujukan untuk menyusun Undang-Undang Dasar 1945
dan pidato Bung Karno itu empat halaman menguraikan tentang mengapa kita perlu
mempunyai negara kebangsaan bukan negara ras, ataupun bukan negara agama, atau
bukan negara suku. Tafsir saya adalah, apakah karena itu lalu ada bentuk negara
kesatuan? Karena negara kesatuan adalah satu instrumen untuk membangun bangsa.
Karena kita membangun negara bangsa tapi belum jadi bangsanya.
karena MPR sudah seluruhnya dipilih oleh rakyat bahkan Utusan Golongan pun
yang mewakili suara golongan minoritas. Kemudian suku terasing dan yang under
represented itu juga dipilih melalui golongannya masing-masing, maka sebetulnya
semua anggota MPR sudah dipilih oleh rakyat. Karena MPR merupakan pelaksana
kedaulatan rakyat, maka Presiden bukanlah mandataris. Jadi mandat tertinggi
rakyat itu berhenti kepada MPR.
Kemudian mengenai masalah lembaga kedaulatan rakyat. Kami memahami MPR itu
bukan sekedar pengganti raja sebetulnya, pengertian dulu tersebut. Tapi bahwa
negara Indonesia ini memang begitu heterogen terjadi dari suku, agama dan
pulau, memang perlu ada satu lembaga yang disebut penjelmaan rakyat. Di mana
semua rakyat terwakili. Ini mungkin akan berbeda sedikit dengan teman-teman
dari Utusan Golongan.
Jadi, maksud kami kalau masalahnya adalah semua aspirasi dan wakil terwakili,
jangan kita persoalkan mengenai mekanisme pemilihannya. Jadi, kami ingin
mengetengahkan supaya kita pegang mana yang pokok-pokok jangan mekanisme yang
menjadi persoalan.
1945 dirumuskan, memang suasana kebatinan seluruh the founding fathers
memang kebangsaan, Pak. Karena pergolakan penjajahan dari 1908-1928 sepenuhnya
gitu Pak. Sehingga semua tafsir itulah tafsir bangsa. Nah, hal ini sekarang kan
meluntur Pak, meluntur oleh karena berbagai tindakan ketidakadilan,
kesenjangan, sehingga umumnya secara sosiologis masyarakat itu kalau merasa
tertekan, termarjinalkan, mereka lari kepada kepompongnya, (subyektivitas
primer). Merasa seolah-olah dia akan terlindung dengan pengertian otonomi,
dengan pengertian suku, dengan pengertian kelompok. Padahal dalam pertarungan
global, itu sebenarnya mereka akan terpukul habis.
Untuk ini kami ingin menanyakan menurut Bapak apakah masih perlu masalah
kebangsaan ini dimasukkan di sini? Karena masalah simbol tadi yang ada hanya
bahasa kebangsaan, bendera kebangsaan. Tapi konsep bangsa itu menurut Bapak
masih perlu atau tidak? Karena realita kedepannya, ini memang, kemungkinan
bangsa ini bubar itu besar sekali, Pak.
Dalam hal ini ITB berpendapat kita perlu mengembangkan falsafah kebangsaan
yang dapat tetap menyatukan bangsa Indonesia, yang bertumpu pada konsep
fundamental yang kokoh dan dapat diterima seluruh pihak serta menjadi dasar
bagi kita untuk tetap hidup bersama. Dan dalam kesempatan ini barangkali kita akan
melihat nanti, ada suatu alternatif yang dapat dipertimbangkan, adalah realitas
geopolitik benua maritim. Suatu tatanan alam anugerah Tuhan sumber seluruh
sumber yang lengkap dari seluruh aspek kehidupan yang dapat menjadikan
suku-suku bangsa kita menjadi senasib. Dan bukan hanya senasib, senasib mungkin
konotasinya negatif, tapi seperuntungan dan merasa menjadi satu.
Sardjono mengusulkan pentingnya memasukkan lambang negara Bhineka Tunggal
Ika. Nah, mungkin untuk menegaskan itu karena di dalam Undang-Undang Dasar
tidak disebutkan lambang negara. Barangkali ada baiknya lambang negara
dimasukan, di mana kata “Bhinneka Tunggal Ika” itu masuk sebagai salah satu
kesepakatan. Dan bhinneka disebutkan di awal. Jadi tunggalnya itu merupakan
suatu proses yang kemudian, bukan proses rekayasa saya kira. Bukan enginering.
Tapi dia merupakan transformasi. Pada suatu saat akan terjadi itu. Sehingga
nanti pada suatu saat tertentu yang disebut.., jadi seperti kita sekarang ini
ada orang Betawi ada orang Jakarta. Nanti ada orang Sumatera Utara dan ada
orang Batak. Jadi proses migrasi akan berjalan seperti itu, sehingga di setiap
daerah terjadi proses-proses sosial yang berjalan dengan sendirinya. Terjadilah
apa yang disebut cross-cutting antar suku, antar agama dan itu yang
mungkin akan kita lakukan. Sehingga batas-batas etnik akan hilang dengan
sendirinya.
Nah, saya kira memang apa ya…, multi culturalism perlu kita
kembangkan di negeri ini. Karena bagaimanapun juga, masyarakat majemuk itu
selalu rawan dengan pertentangan-pertentangan. Tapi janganlah konflik itu
ditiadakan. Karena konflik adalah hal yang wajar, yang ditiadakan adalah
penyelesaian konflik dengan kekerasan. Nah, ini yang seharusnya dihindari. Nah,
dengan demikian maka proses menjadi Indonesia itu akan terus berjalan.
Sedangkan negara Indonesia memang sudah terbentuk tapi jangan dianggap bahwa
bangsa Indonesia merupakan bentuk final ketika kita merdeka tahun 1945.
simpul tanpa saran
Kelompok minoritas tapi menguasai, mendominasi pergerakan, perputaran roda ekonomi lokal sampai multinasional,
semiglobal. Bahkan merambah ke panggung
politik nusantara dibawah komunikasi, koordinasi, kendali mereka. Hunian ekslusif
sampai berupa pulau buatan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar