mbebeki lan mbanyaki
Bukan bentuk teranyarkan olok-olok politik, ujaran nista diri atau perubahan,
revitalisasi episode tragedi ulangan jaga wibawa petugas partai. Tiap kepala
negara membawa, meninggalkan kesan, pesan kadar presiden yang baik. Tak elok
kalau diungkap hal sebaliknya. Presiden unggul atau baik di mata global, memang
sesuai kontrak politiknya.
Zaman Orde Lama terkait, terikat swasembada pangan. Terdapat menu oplosan “tekad”
teman atau pengganti beras. Akronim dari ketela, kacang dan djagung. Jelang Pemberontakan
PKI 30 September 1965, rakyat sudah diperkenalkan diperkenankan antri beras. Bantuan
pangan dari Amerika Serikat berbentuk bulgur. Diolah, dimasak menjadi apa saja
selain bisa ditanak, diliwet. Awet dan mengembang di lambung.
Beras pembagian pegawai harus meliwati proses ditampi. Terjadi pemilahan,
pemilihan: gabah dikumpulkan untuk dikupas, menir disatukan dan sisanya berupa
pasir, kotoran atau bahan pemberat. Sekam atau serbuk beras plus butiran
lainnya tak bisa dkonsumsi. Protes sudah dilarang, dianggap
kontra-revolusioner, antek-nekolim.
Soal lauk telur ayam. Masuk kategori mewah. Jika pembelahan telur rebus
simetris tapi beda ukuran kuning telur. Bisa
menimbulkan gesekan antar saudara kandung. Dibagi tiga, perlu alat timbang. Paling
aman, dibuat telur dadar dicampur sayur dan tepung. Bukan tepung kanji untuk ngelantang
celana atau baju dril.
Baru tahun pertama periode kedua presiden ketujuh RI, menu kursi politik nusantara
mengalami retak rambut, keropos dalam. Menghadapi agresi covid-19 yang
mendunia, pendemi, pagebluk. Tahu-tahu . . . [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar