bangsa besar bukan karena jumlah penduduk
Anak bangsa pribumi nusantara gemar laku prihatin dan
menjalani rasa olah batin. Tak urung, rekam jejak berkebatinan, perbatinan
nusantara menjadikan dirinya mampu métani alaning liyan bak melihat
kuman di seberang lautan. Kemajuan laju peradaban dan zaman kemanusiaan tak
menjadikan terbawa arus zaman. Serba merasa tetap melekat erat sesuai martabat.
Daya sikap batin manusia Jawa dalam kehidupan
bermasyarakat, mengandalkan mata batin mampu menerawang watak orang lain. Membaca
pikiran pihak lain sampai ybs saja tak tahu kalau berpikiran demikian. Bukan berarti
dalam batasan mengganggap orang lain seperti dirinya atau tepatnya berkebalikan
dengan dirinya yang unggul. Andalan dalil “yen omong sing maton,
aja mung waton ngomong” maksudnya kalau berbicara yang mendasar jangan
hanya asal bicara .
Sejatinya watak manusia tidak tergantung garis tangan,
golongan darah maupun atribut fisik lahiriah. Fitrah manusia sudah diformat
oleh-Nya ketika masih dalam bentuk ruh. Perjalanan proses kehidupan di dunia tergantung tangan dingin ayah ibunya.
Menentukan sistem ketauhidan sepanjang hayat di badan sampai mahkamah
pertanggungjawaban di akhirat.
Akhirnya, watak Jawa pandai-pandai membaca zaman. Larangan
ngomong waton vs waton ngomong pilih jalan aman. Mengembangkan bahasa tulis,
bahasa cap seperti batik saja. Maksudnya dengan modal kata perbinatangan ala
olok-olok politik dipakai untuk semua urusan, segala jurusan. Tak pakai lihat tempat dan lawan bicara. Karena
tak pakai tatap muka. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar