Halaman

Jumat, 15 Mei 2020

bangsa besar bukan karena jumlah penduduk

bangsa besar bukan karena jumlah penduduk

Anak bangsa pribumi nusantara gemar laku prihatin dan menjalani rasa olah batin. Tak urung, rekam jejak berkebatinan, perbatinan nusantara menjadikan dirinya mampu métani alaning liyan bak melihat kuman di seberang lautan. Kemajuan laju peradaban dan zaman kemanusiaan tak menjadikan terbawa arus zaman. Serba merasa tetap melekat erat sesuai martabat.

Daya sikap batin manusia Jawa dalam kehidupan bermasyarakat, mengandalkan mata batin mampu menerawang watak orang lain. Membaca pikiran pihak lain sampai ybs saja tak tahu kalau berpikiran demikian. Bukan berarti dalam batasan mengganggap orang lain seperti dirinya atau tepatnya berkebalikan dengan dirinya yang unggul. Andalan dalil “yen omong sing maton, aja mung waton ngomong” maksudnya kalau berbicara yang mendasar jangan hanya asal bicara .

Sejatinya watak manusia tidak tergantung garis tangan, golongan darah maupun atribut fisik lahiriah. Fitrah manusia sudah diformat oleh-Nya ketika masih dalam bentuk ruh. Perjalanan proses kehidupan  di dunia tergantung tangan dingin ayah ibunya. Menentukan sistem ketauhidan sepanjang hayat di badan sampai mahkamah pertanggungjawaban di akhirat.

Akhirnya, watak Jawa pandai-pandai membaca zaman. Larangan ngomong waton vs waton ngomong pilih jalan aman. Mengembangkan bahasa tulis, bahasa cap seperti batik saja. Maksudnya dengan modal kata perbinatangan ala olok-olok politik dipakai untuk semua urusan, segala jurusan.  Tak pakai lihat tempat dan lawan bicara. Karena tak pakai tatap muka. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar