Halaman

Jumat, 29 Mei 2020

si gèdhèg lan si anthuk vs sepakat untuk tidak sepakat


si gèdhèg lan si anthuk vs sepakat untuk tidak sepakat

Dengan demikian adanya maka dapat dikatakan, bahwa masyarakat bangsa nusantara terbiasa mempraktikkan sikap hidup agree in disagreement (bersepakat dalam perbedaan). Aksi kedekatan di luar jalur kekerabatan sesuai perpaduan berkesetaraan, sekat vs lekat.

Kubangan paham nasakom jiwaku semasa Orde Lama. Diperkuat fakta sejarah Golkar hanya sebatas kendaraan politik penguasa tunggal Orde Baru. Kehidupan berbangsa bernegara diaduk bebas dalam sistem politik multipartai. Rukun, toleransi, tepo seliro dan semaksud lokal menjadi perekat, tidak sekedar pembuktian semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Mufakat untuk musyawarah sudah menjadi adat politik teranyarkan sejak dini semangat merdeka.

Simak UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan: Untuk pembinaan dan pengawasan terhadap Daerah kabupaten/kota memerlukan peran dan kewenangan yang jelas dan tegas dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap Daerah kabupaten/kota.

Bukti ringan di luar pulau Jawa. Praktik desentralisasi sekaligus otonomi daerah melahirkan sosok gubernur MoU. Kinerja  membangun daerah provinsi dengan menarik minat banyak investor yang masuk. MoU yang dalam praktiknya lebih dikenal dengan sebutan “nota kesepakatan” maupun “nota kesepahaman”.

Pihak Pertama dan Pihak Kedua, yang selanjutnya disebut Para Pihak sepakat untuk mengikatkan diri dalam suatu Kesepakatan Bersama. Serta dapat memperhatikan peraturan perundang-undangan bilamana perlu sesuai konten, isi, muatan MoU. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar