gagal mental dan ketergantungan politik pasca covid-19
Potensi dan kemampuan internal anak bangsa pribumi
nusantara, serasa tergembleng selama tahun politik 2018 dan 2019. Berkat
berkemajuan dengan dukungan perangkat TIK, bisa melakukan tindak apa saja.
Stres normal menstimulus daya kerja hormon rasa aman atau rasa malu, rasa
enggan. Langsung menjadi merasa laik tanding.
Argumen yang terbangun adalah berjuang liwat ujung jari
tangan. Memproduk aneka ujaran bumi hanguskan lawan, libas tuntas tanpa ampas.
Pakai ilmu membabi buta, seruduk sana seruduk sini. Kurang akal sehat pakai
gaya bebas, tak perlu norma. Pokoknya sukses dunia baru hati ini puas.
Menghadapi agresi covid-19, “kecil !”. Pihak penabur,
penebar virus peradaban manusia bebas dan bebal berkelanjutan. Daulat rakyat,
demokrasi hanya terasa nyata di tingkat akar rumput, skala lingkungan kluster,
RT/RW. Kian meningkat sampai tatanan dan tataran negara, kuasa politik menjadi
bukti tragedi.
Maksudnya, demokrasi, daulat rakyat sudah diserahkan
total ke juara umum pesta demokrasi. Pelaksana tugas demokrasi multipartai
merasa pegang nasib bangsa dan negara lima tahun ke depan. Daya libas kawanan
loyalis penguasa kian tajam ke bawah. Sigap babat kaki lawan atau pihak yang
tak menguntungkan.
Habis agresi covid-19 hadir intimidasi mental oleh. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar