Halaman

Sabtu, 16 Mei 2020

ketika kursi tak berisi

ketika kursi tak berisi

Jarwa dosok kursi adalah “mungkur yèn isi”. Penjelasan sesuai versi bahasa ibu pemirsa yang biduman. Menakar ratio wakil rakyat, banyak rakyat banyak kursi.  Jujur saja kawan. Khususnya kawanan loyalis penguasa. Wajib syukur. Masih ada anak bangsa yang menyiapkan diriya, mengabdikan dirinya untuk menjadi wakil rakyat. Tingkat kabupaten / kota, tingkat provinsi maupun tingkat pusat.

Berapa jumlah layak parpol peserta pemilu. Apakah semakin banyak provinsi berbanding lurus dengan kebutuhan partai politik. Jargon “ringan berisi” yang dipakai awak media massa berbayar. Berita ringan bisa dipoles, dioplos, dikanibal, divermak sesuai peringkat. Jasa pengganda berita plus gembala penabur, penebar aneka ujaran kebencian.

Ingat ilmu padi. Padi yang bernas, padat, sintal akan tunduk karena sarat isi. Jangan pakai pasal, dalil ‘bst’ (banding, sanding, tanding) dengan pihak penyuka ilmu kondom. Gaya kepemimpinan seolah berkorelasi dengan ukuran kursi. Mirip ukuran sepatu, busana, topi. Kebesaran utawa longgar memang syarat busana kebesaran.

Bobot kursi tak pakai ukuran kasat mata. Bukan pada syarat teknis: bahan, struktur, skala plus aksesoris, alat kelengkapan, alat perlindungan atau atribut mendongkrak wibawa pengguna. Jika terkait dengan status kursi tahta, simbol penguasa jagad. Lain perkara beda pasal. Tak ada ikatan dan kaitan moral dengan kasus merasa pewaris kursi notonegoro.

Jagad pemimpin Jawa, lebih mengacu kepada kisah sukses pemimpin masa lalu. Mulai dari raja, wali atau penyebar agama Islam serta tokoh pergerakan sampai pemimpin tak berkursi. Agar atraktif bersambung, gaya kepeminpinan diformat dengan bingkai, bungkus bahasa politik dan hukum politik. Dilengkapi bumbu politik pemimpin tiban, dapat rejeki kursi tumbang, kursi tak bertuan.

Menjadi pemimpin karena punya kelebihan. Dalam sistem demokrasi nusantara, harga jual kursi tergantung kelebihan suara pemilih. Kesemuanya akan menentukan biaya politik. Angka keamanan sruktur kursi sudah mempertimbangkan berat sendiri dan beban hidup. Setiap kejadian menjadikan perlu ada penyesuaian tarif perkuatan dan ketahanan kursi. Minimal ingat dalil tarif waktu duduk vs biaya nomor kursi. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar