Halaman

Selasa, 12 Mei 2020

kontestasi demokrasi deliberatif, akar rumput vs kader janggut


kontestasi demokrasi deliberatif, akar rumput vs kader janggut

KISAH SUKSES
Zaman daripada Orde Baru, muncul resep pembangunan. Keyakinan bahwasanya kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan menjadi akar segala akar, sumber segala  sumber bentuk kejahatan. Tak pandang gender dan rangkaian bonus demografi (zaman Orba belum dikenal). Asas sentralisasi plus pola pendekatan atas-bawah, memang mengabaikan asas demokrasi.

SUKSES KISAH
Pasca Orde Baru, muncul sebutan, predikat wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Faktor 3T menjadi nilai jual, label RPJMN 2015-2019 dan RPJMN 2020-2024. Tersurat antara lain:

Pemerataan layanan pendidikan antarwilayah, dengan memberikan keberpihakan kepada daerah yang kemampuan fiskal dan kinerja pendidikannya rendah, dan penerapan model layanan yang tepat untuk daerah 3T, seperti pendidikan terintegrasi (sekolah satu atap/SATAP), sekolah terbuka, pendidikan jarak jauh, dan pendidikan berpola asrama;

Mendorong pertumbuhan wilayah 3T melalui pembangunan dan pengembangan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan yang memadai;

Menyediakan konten informasi publik yang berkualitas, merata, dan berkeadilan, terutama di wilayah 3T.

Apa daya vs daya apa, berhala reformasi 3K (kaya, kuat, kuasa) mengilhami gaya, modus politik. Menghamili ibu pertiwi dengan kadungan bencana politik, penyakit politik, kejahatan politik, biaya politik.  Pasal tindak pidana korupsi menjadi hak milik kawanan parpolis. Khususnya dari koalisi pro-pemerintah.

YANG LAIN
Khususnya komunitas akar rumput yang daulat rakyat masih utuh manfaat, manju, sigap 24 jam. Daulat rakyat, demokrasi hanya terasa nyata di tingkat akar rumput, skala lingkungan kluster, RT/RW. Kian meningkat sampai tatanan dan tataran negara, kuasa politik menjadi bukti tragedi.

Substansi atau sebutan kebijakan politik, kebijakan pemerintah, kebijakan publik maupun keputusan politis sudah mengakomodir atau bertimbal balik dengan subyek kebijakan. Terkadang sebagai jalan tengah, moderat di antara tekanan demi, atas nama kepentingan umum dengan eksistensi hak asasi penduduk.

Setelah di dunia, manusia nyaris memonopoli watak angkuh, sombong, takabur. Untuk urusan dunia, manusia berkaca pada manusia lain yang lebih unggul, mapan, sukses. Timbul rasa iri hati, dengki, hasad, sirik dan sejenisnya. Ikhwal ini bersamaan dengan melihat dirinya sendiri. Merasa lebih unggul dibanding manusia lainnya. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar