bangun nusantara mulai dari minus
Nusantara bukan salah pilah dan pilih sejarah
peradaban masa lalu. Menjadi bagian
penting tapi tidak pokok. Bukan serba kebetulan maupun kebenaran, jika negara
multipartai mendapat teguran alam secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Masih
tak merasa dengan daya bebal manusia politik plus knedali mutu manusia ekonomi.
Citra peradaban yang tak diremajakan, dianyarkan malah
dipoles, dioplos pesona, citra, wibawa diri selaku penguasa berlanjut. Martabat
bangsa di mata global lebih diutamakan ketimbang memahami arus utama daulat
rakyat.
Kaum perempuan sebatas konco wingking menyandang tiga
fungsi domestik “M”: “macak, manak,
masak” (berhias, melahirkan anak, dan memasak buat suami dan anggota keluarga).
Masih terkait fenomena “neraka katut, swarga nunut”. Tak lepas dari semboyan “konco
sekasur”, “konco sedapur”, “konco sesumur”.
Nusantara bumi Pancasila, Ibu Pertiwi tabah tanpa protes,
ketika kandungan tanah-air dibudidayakan, diberdayakan, didayagunakan untuk
memakmurkan bangsa lain dan sejahtera segelintir manusia kaya.
Geliat kaum hawa liwat jalur pendidikan dan wadah politik,
bak buah simalakama. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar