politik balik adab, turun gunung vs cari panggung
Ternyata bisa terjadi,
memang dan nyaris langganan kejadian letusan konflik agraria sektor
infrastruktur. Pemacu dan pemicu konflik terbagi ke dalam pembangunan fasilitas
umum, fasilitas sosial, jalan tol, infrastruktur pariwisata, bandara, kereta api, pembangkit listrik, fasilitas negara
/ pemerintah, dan waduk/banjir kanal/bendungan.
Letusan konflik agraria
lama dan konflik agraria baru, selama 2014-2019, seolah saling adu berita. Penyelesiaan
di lapangan pun tetap bergulir. Efek domino, efek karambol berujung pada
peminggiran rakyat petani, tercerabutnya masyarakat adat, masyarakat pedesaan dan
perkotaan dari tanahnya yang menjadi lahan amalnya. Belum pasal alih fungsi.
Ironis binti miris, aneka
produk hukum mulai UU sampai kewenangan otonomi, otoritas daerah, paket
kebijakan berjilid maupun atas nama investasi global, transnasional. Menambah bara
letusan konflik agraria.
Demi menjaga wibawa dan
martabat pemerintah. Laporan letusan konflik agraria hanya pada konflik agraria
struktural. Konflik agraria yang diakibatkan oleh kebijakan atau putusan
pejabat publik, berdampak menghasilkan banyak korban dan menimbulkan dampak luas
mencakup dimensi kehidupan bermasyarakat Artinya, laporan yang mengecualikan
sengketa agraria dan perkara agrarian. Semacam sengketa individual, sengketa
hak waris, antar kelompok swasta, atau antar lembaga pemerintah.
Oleh sebab karena itu, keberadaan
rahasia negara – KUHP mendefinisikan rahasia negara dengan merumuskan frasa “dirahasiakan
untuk kepentingan negara” – selain
bertujuan menjamin keamanan negara juga ingin menjamin keamanan individu (individual
security) dan menjamin keamanan masyarakat (societal security)
Indonesia. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar