Halaman

Jumat, 31 Juli 2020

terkenal tapi tidak dikenal


terkenal tapi tidak dikenal

Peribahasa bahasa Jawa jagad ora mung sagodhong kelor membuktikan betapa wong Jawa melakoni peran yang multitafsir. Artian sempit, saat mencari atau ingin mendapatkan sesuatu. Tak dapat yang diharapkan masih banyak harapan lain. Ambisi meraih harapan karena merasa mampu. Harga mati. Mampu tidak mampu, pokoknya menang.

Fakta pihak lain punya gaya bahasa lebih praktis. Tanpa protokol kesehatan, cari keringat pagi. Keluar rumah belok ke kiri agar punggung terpapar langsung sinar matahari. Meliwati 4 rumah, belok kiri. Masuk jalan antara blok dengan lapangan RT. Berjumpalah dengan kakek sedang momong cucu perempuan. Sesama orang awak, pakai salam.

Kujawab, mau bayar PBB 2020. Kalau beliau, PBB urusan anaknya. Jalan pelan meliwati tonggak kayu sengaja ditanam. Tunas daun kelor, menang tanaman kelor. Ingat peribahasa Jawa di atas, iseng kebertanya kepada beliau tentang pohon apa. Beliau geleng kepala tapi sambil berpikir.

Ketika kusebut bisa usir makhluk halus. Beliau langsung sigap tanggap “daun kelor” plus cerita khasiat secara medis, herbal. Dari keponakannya yang kerja di apotik, mendapat daun kering siap sedu. Karena repot bin ribet, dikirimi kapsul. Kulit saya jadi licin, ujarnya. Sambil membuktikan kulit tangan yang jauh lebih berusia daripada saya. Pencernaan jadi enteng dan kurangi kolesterol.

Jadi, beliau baru tahu wujud daun kelor. Soal daya magis, klenik, takhayul menjadi kekayaan budaya atau ciri kedaerahan. Basis pada paham, aliran, keyakinan anismisme dan dinamisme. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar