Halaman

Rabu, 08 Juli 2020

dilema demokrasi bebas ongkir, mata kursian vs mata kursian


dilema demokrasi bebas ongkir, mata kursian vs mata kursian

Terjadi dimana, kapan, siapa saja petugas partai yang terdampak. Abaikan. Bukan rekayasa tak perlu pakai fakta sejarah. Ada nama mirip nama pelakon di panggung politik nusantara. Pasal terungkap tanpa peradilan bak puncak gunung sampah. Timbunan sampah politik tak habis.

Onggokan sampah politik nasional hanya produk utama kawanan pemerintah pusat. Otonomi, otoritas daerah pun punya hak sesuai nilai jual, PAD, potensi putra-putri asli daerah, geo(;ogi)politik maupun sentimen pasar lokal. Lupa tahun dan lupa taruh simpan judul “demokrasi perwakilan vs demokrasi tanpa perantara”.

Jika bisa langsung dapat kursi pusat, mengapa pula harus merintis dari daerah. Bangun negara dari desa. Meraih kursi kepala desa bukan tujuan, tetapi ujian dasar, praktik lapangan. Pertimbangan dan perhitungan sumber informasi di museum, perpustakaan agar tak mengulang ‘dosa politik’ yang sama.

Sistem pertahanan-keamanan seolah-olah membayangi nyali politisi sipil. Alat negara di tangan bukan tangan dingin, pada gilirannya akan menjadi beban tak berkesudahan. Episode “buaya vs cicak” sekedar selingan ringan, hukum pun tajam untuk tebang pilih. Tumpul bin mandul saat “siap tegakkan hukum !”. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar