adab politik sinkrétis
nusantara
Lema, kata ‘sinkrétis’
kalau dilafalkan pakai lidah Jawa, bisa mirip ‘sing kritis’. Di kuping sayup-sayup samar mirip ujaran ‘sinkron’
atau sesuai logat dialek kebahasaan. Hindari gagal paham yang politik oleh
karena itu buka tabir sejarah. Simak dengan cerdas diri. Kalau perlu panggil
guru, wong pintar.
Mumpung saksi sejarah
masih bisa bersaksi sesuai nilai-nilai dasar negara. Bertransaksi timbal balik
saling menguntungkan dan atau saling merugikan. Kesepakatan tak tertulis tanpa
tindasan. Tindak tindas konstitusional, dipelihara oleh negara. Naik peringkat
aksi intim+tindas menjadi ‘intimidasi’. Modus ‘susu tante’ alias sumbangan
sukarela tanpa tekanan.
Animisme-dinamisme
nusantara membuahkan tuah bahwasanya simbol partai sedemkian sakral. Semakin
manusia politik berakal, berbanding lurus dengan peningkatan status manusia
bebal. Total tak pakai obat kuat malu. Apa daya sudah semangkin tak berdaya.
Pihak mana lagi yang mau diutangi.
Nasionalisme
kenusantaraan belum utuh bulat telur maupun lonjong bola lempar, masih jauh
dari frasa transnasional. Demi ambisi politik, apapun sudah terjadi dan tidak
bisa ditarik kembali. Kecuali jika ‘biang segala biang’ mendapat perlakuan VVIP
langsung dari hukum langit. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar