mempancasilakan akar rumput vs menginstruksikan rakyat hidup
sederhana
Sore itu, kamis 10 Juli
2020. Di depan rumah tetangga, anggota BPIP, sibuk awasi tukang renovasi
rumahnya. Terjadilah dialog, diskusi, debat ringan santai berisi sambil
berdiri. Pernyataan beliau bahwasanya BPIP punya niat bagaimana akar rumput
tahu Pancasila.
Lansung saya sanggah. Justru
bahan baku sila-sila digali dari menu harian rakyat. Menjadi pedoman
bermasyarakat secara horizontal. Modal guyub, rukun, tepo sliro serta asas
kompromi, solidaritas, toleransi. Dirumuskan seolah hasil pikiran penguasa,
tokoh masyarakat. memang tidak dikenal “salam
Pancasila” yang seolah bukti ybs alergi.
Tak perlu disajikan,
ditayangkan ikhwal apa saja bahan perbincangan.
Cuma sekedar pengingat
adanya kebijakan pemerintah membijaki kondisi ekonomi makro. Zaman Orde Baru
dianjurkan rakyat kencangkan ikat pinggang. Substitusi beras zaman Orde Lama,
ada jenis menu ‘tekad’ alias oplosan ketela, kacang dan djagung. Agar rasa
global, pembagian bulgur dari negara paman Sam. Di perut awet, mekar dan tahan
pencernaan lokal.
Zaman kelanjutan pasca
Orde Baru
dikenalkan pola rakyat sehat. Utamakan beras dalam
negeri. Soal impor menjadi kebijakan pasar bebas dunia. Daya belanja rakyat
menjadi tolok ukur skala kemiskinan. Tingkat konsumsi non-konsumtif pangan dan
non-pangan. Gaya hidup rakyat sejak dari sono-nya memang sebegitu-sebegitu
saja. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar