Halaman

Kamis, 30 Juli 2020

pilkada 2020, revolusi atau kursi


pilkada 2020, revolusi atau kursi

Singkat kata. Tanpa bermaksud menyingkat olahkata. Sadar politik anak bangsa sudah berjilid. Kehendak sejarah bahwasanya adab bernegara sudah masuk stadium tak beradab. Makanya, negara asing merasa takjub dengan pesona politik Nusantara.

Demikian judulnya “asu mbalèni piringé vs panguwasa mbélani kursiné”. Diadop dari kisah nyata, bahwasanya barangsiapa mau main politik. Jangan setengah-setengah. Yang jelas-jelas. Apa maunya vs maunya apa. Jangan malu, ragu, sungkan ataupun bertenggang rasa. Plus harus aksi pandai-pandai. Wajib serba mégatéga, anéka mégatéga.

Lain halnya jika sudah berlabel sebagai manusia politik. Ikhwal kesetiakawanan sosial, terpinggirkan secara yakin dan menerus. Membentuk kubangan bara dendam politik. Pelakunya bukan saja yang gagal raih suara. Bahkan dimiliki oleh mantan wapres, malah bekas presiden. Politik mampu menjadikan manusia menjadi setengah manusia. Sederhana dan tanpa prosedur birokratif. Manusia bebal unggul politik.

Rakyat potensi bangsa, bukan modal raih kursi. Secara nasional, Pemerintah Indonesia (2013) sudah, telah melakukan aktivitas pemantauan dan pemetaan konflik secara rutin di semua provinsi lewat program yang dinamakan Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK). Program ini dihadirkan bekerjasama dengan World Bank, dengan tujuan untuk memantau tingkat konflik dan kekerasan yang terjadi di semua wilayah, sehingga dari hasil pemantauan itu, Pemerintah dapat mengambil kebijakan preventif untuk meminimalisir, mengantisipasi dan mengelola potensi konflik tersebut di masyarakat. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar