Halaman

Selasa, 28 Juli 2020

demokrasi nusantara mati berdiri


demokrasi nusantara mati berdiri

Tidak ada pihak yang merasa bertanggung jawab atas perwujudan makna demokrasi adalah otoritas politik. Akhirnya, aturan main berdemokrasi, terbagi menjadi tiga tahapan besar: sumber galian demokrasi, cara mempertahankan demokrasi dan pola penggunaan demokrasi. Masing pihak pengguna aktif demokrasi mempunyai modus tersendiri dalam mendapatkan, memanfaatkan, mempertahankan dan merebut kembali demokrasi yang otoritas politik.

Sebutan pemangku kepentingan, pengampu kepentingan pada sistem pemerintahan, secara yuridis formal, konstitusional kalah total jenderal dengan predikat pemegang otoritas secara de jure maupun de facto. Kabupaten / kota secara historis selaku pelaku demokrasi tradisional, demokrasi lokal,  secara historis pula akan tergerus oleh daya jangkau manusia ekonomi atau pengusaha.

Elite lokal, orang kuat lokal, pengsuaha lokal bahkan alat negara karena lokalitasnya, peduli dengan daya tarik kursi konstitusi. Merasa bisa, dibawa perasaan mati rasa, seolah hak prerogatif di tangan kiri. Besar otoritas politik ketimbang demokrasi. Padahal, sesuai konteks demokrasi yang adalah revolusi mental bagi petugas partai. Pemberian hak istimewa berdasarkan trah politik, kelas sosial, strata ekonomi atau eksistensi alat negara di birokrasi sipil.

Demokrasi nusantara mengedepankan, mengutamakan meritokrasi (prestasi) ketimbang pertimbangan politik. Namun, negara multipartai punya pasal prioritas, khusus, istimewa. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar