demokrasi nusantara mati berdiri
Tidak ada pihak yang merasa bertanggung jawab atas perwujudan makna
demokrasi adalah otoritas politik. Akhirnya, aturan main berdemokrasi, terbagi
menjadi tiga tahapan besar: sumber galian demokrasi, cara mempertahankan demokrasi
dan pola penggunaan demokrasi. Masing pihak pengguna aktif demokrasi mempunyai modus
tersendiri dalam mendapatkan, memanfaatkan, mempertahankan dan merebut kembali
demokrasi yang otoritas politik.
Sebutan pemangku kepentingan, pengampu kepentingan pada sistem
pemerintahan, secara yuridis formal, konstitusional kalah total jenderal dengan
predikat pemegang otoritas secara de jure maupun de facto.
Kabupaten / kota secara historis selaku pelaku demokrasi tradisional, demokrasi
lokal, secara historis pula akan
tergerus oleh daya jangkau manusia ekonomi atau pengusaha.
Elite lokal, orang kuat lokal, pengsuaha lokal bahkan alat negara karena
lokalitasnya, peduli dengan daya tarik kursi konstitusi. Merasa bisa, dibawa
perasaan mati rasa, seolah hak prerogatif di tangan kiri. Besar otoritas
politik ketimbang demokrasi. Padahal, sesuai konteks demokrasi yang adalah revolusi
mental bagi petugas partai. Pemberian hak istimewa berdasarkan trah politik,
kelas sosial, strata ekonomi atau eksistensi alat negara di birokrasi sipil.
Demokrasi nusantara mengedepankan, mengutamakan meritokrasi (prestasi)
ketimbang pertimbangan politik. Namun, negara multipartai punya pasal prioritas,
khusus, istimewa. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar