dilema gagap Pancasila, demokratis vs aksi lugu penguasa
Ternyata, nyatanya dan nyaris sangat nyata, dibalik ungkapan ‘salam
Pancasila’. Bak pintu masuk ke ruang khusus milik negara. Penuh tumpukan paket
tindak inkonstitusional yang selama ini digembargemborkan laku anti-kemapanan,
anti-nusantara dan semaksud setujuan. Bahwasanya, mau tindak inkonstitusinal
banyak pesaingnya.
Mirip ujar bang haji, yang haram saja susah didapat. Pesan di muka plus
lunas tanpa bunga, barisan antrian sudah sampai gerbang ibukota negara baru. Lintas
laut berkat manfaat tol laut. Niat politik alat negara berkat otak-atik
penguasa agar tampak berwibawa. Agar nyaring bunyinya dan bertaring sigap libas
24 jam.
Hamparan sila-sila di bumi Pancasila tidak serta merta adab bernegara sarat
pancasilais. Ibu Pertiwi tersanjung perih dalam hati. Kaum Hawa tak mau
ketinggalan kereta main politik global dan lintas negara. Ketika anak bangsa
pribumi turunan, berada di tempat, ruang yang sama, waktu yang sama. Berlawanan
arus sesuai rambu jalanan.
Hukum rimba politik nusantara, menjadi panggung laga bebas. Petugas politik
naturalisasi, asimilasi bukan hal tabu, nista. Bahkan membuktikan nasionalisme
berbasis pasar bebas dunia. Siapa saja berhak menjadi apa saja, berada dimana
saja. Kontrak politik dalam dua bahasa. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar