Halaman

Kamis, 30 Juli 2020

pilkada 2020 plus uji unggul demokrasi lokal


pilkada 2020 plus uji unggul demokrasi lokal

Sebutan putra-putri aseli daerah bukan sekedar semangat primordial dan konvensional. Semangat kedaearah sesuai protokol otonomi dan otoritas daerah. Masuk rimba belantara politik, menjadi paham bela dan beli produk lokal.

Kemandiran, kedaulatan, ketahanan demokrasi nusantara dimulai dari sumber sila-sila Pancasila. Asas lokalitas, domestik, domisili pada pemilihan kepala desa memudahkan integrasi sosial. Keterbukaan atau proses naturalisasi pada kaum pendatang berdampak bagi pemekaran wilayah administrasi.

Faktor popularitas, elektabilitas, akseptabelitas kawanan politisi non-lokal pada pilkada mampu mengingkari demokrasi lokal. Rekomenasi, restu politik dari oknum ketua umum sebuah partai politik kian menambah aroma irama politik. Bentuk lain dari peretak persatuan Indonesia dimulai dari bawah, pinggiran.

Daerah basah karena secara historis memiliki lokasi strategis, sumber daya alam sampai fanatisme pemilih tradisional. Asumsi kantong suara yang luwes, dinamis dan mudah beradaptasi dengan rayuan politik pihak tak pakai tanggung jawab.

Merasa bisa, dibawa perasaan mati rasa, seolah hak prerogatif di tangan kiri. Besar otoritas politik ketimbang demokrasi. Demokrasi dicerna sebagai program, prosedur, proses. Pendekatan lintas daerah demi pemerataan kuasa kursi notonegoro. Pergeseran biaya politik pada pasca coblosan.

Padahal trah politik daerah tak kurang garang dan pilih tanding. Indeks persepsi korupsi, indeks demokrasi, indeks pembangunan manusia memang gambaran nyata, utuh praktik bagi-bagi kursi. Gelombang arus turun gunung vs cari panggung, menjadi catatan miring tapi ringan. Pilkada jelang pilpres 2024, bak tempat penampungan terakhir sampah politik. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar