operasi tangkap tangan
vs aksi cuci tangan
UU 5/2009 mengenalkan
istilah yang dialihbahasakan berbunyi “kelompok pelaku tindak pidana
terorganisir”. Komplitnya, silahkan simak di ybs. Mau dijadikan acuan, titik
tolak, pangkal anjak, bisa-bisa malah menjadi biang gara-gara. Padahal, kadar
selera manusia dan atau orang skala minimal nusantara gemar oganisasi tanpa
bentuk.
Bangga dengan sebutan,
julukan bahkan stigmaisasi, pelabelan yang mendongkrak martabat diri. Sebaliknya
menjadi alergi dengan aneka kritik. Penilaian dari pihak tak se-level langsung
masuk pasal penghinaan secara seksama. Bukti, fakta tak perlu
digembar-gemborkan. Kecuali memang bermanfaat untuk menyirami tanaman hias.
Tindak pidana terorganisir
dapat dilihat dari lingkup, karakter, modus operandi, dan pelakunya.
Salah satu penjelasan UU
5/2009: Konvensi menyatakan bahwa suatu tindak pidana dikategorikan sebagai
tindak pidana transnasional yang terorganisasi jika tindak pidana tersebut
dilakukan:
a.
di
lebih dari satu wilayah negara;
b.
di
suatu negara, tetapi persiapan, perencanaan, pengarahan atau pengendalian atas
kejahatan tersebut dilakukan di wiayah negara lain;
c.
di
suatu.wilayah negara, tetapi melibatkan suatu kelompok pelaku timdak pidana
yang terorganiiasi yang melakukan tindak pidana lebih dari di satu wilayah
negara; atau
d.
di
suatu. wilayah negara, tetapi akibat yang ditimbulkan atas tindak pidana
tersebut dirasakan di negara lain.
Jadi, bukan kebetulan
jika prosesi periwayatan penjabaran haluan ideologi negara berkembang. Sebegitu
getolnya “organisasi tanpa bentuk” representasi dari pasal ateis, seolah
konstitusional. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar