laga perlintasan sebidang politik dengan agama
Apa saja, kejadian apa saja bisa terjadi secara zalim maupun lazim di bumi
Pancasila. Orang gila sesaat maupun menerus, manusia setengah waras, kurang
lurus, agak miring berkeliaran bebas di jalanan, bertindak bebas di tempat
umum. Bebas sanksi agama maupun hukum nasional. Kendati bersama penyandang
penyakit masyarakat menjadi “obyek dipelihara oleh negara”.
Terjadi hukum keseimbangan, pasal kesetaraan pada penguasa. Modus penggampangan
tapi tidak menyederhanakan. Bagaimana hubungan diplomatik relasi antara politik
dengan agama. Titik temu, bidang gesek
terukur di lembaga trias politika, legislatif-eksekutif-yudikatif. Khususnya mereka
selaku kontraktor politik, pen-duduk jabatan politis akibat pesta demokrasi.
Tidak perlu mengacu, menoleh ke negara lain, apalagi status sudah lebih
laju. Ada elok nian simak ulang judul “modus politik dunia wayang, alergi
spiritual vs abaikan spiritual”. Jangan pakai pola BST (banding, sanding,
tanding).
Selaku satu-satuanya negara pengguna aktif Pancasila. semangkin ditarik
garis merah total daripada perilaku partai politik maupun organisasi
kemasyarakatan. Sudah suratan sejarah. Wujud nusantara ditentukan niat,
rencana, cita-cita persiapan merdeka. Rezim Orde Lama maupun rezim Orde Baru
yang melahirkan generasi sisa dari uraian alinea pertama.
Satu oknum penggila jabatan warisan notonegoro bak nila sebelanga. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar