risiko perusahaan vs rahasia negara
Judul belum ditulis, sudah langsung ketinggalan zaman, usang, kedalu warsa.
Penulis dicap gagal paham sejarah. Jelas-jelas negara adalah perusahaan. Di negara
pra-maju atau berkembang plus, pelaku usaha adalah kolaborator segala strata,
manipulator dari hulu ke hilir, investor huru-hara politik. Memang tiap
subjudul bisa bunyi sendiri. Fakta bicara nyata, aktual, faktual.
Embel-embel nusantara sekedar membangkitkan ingatan akan fakta. Bangun sentimen
sesama satu turunan rumpun tanpa tanjakan. Sahabat alam lebih diterjemahkan
mohon doa restu, berkah kepada sing tunggu kuburan. Kuburan demokrasi
nusantara berjejer, bertumpuk. Sesuai periode pemerintah atau presiden ataupun
mégakasus. Walhasil, walau usaha belum bergerak, hasil sudah didapat.
Perubahan yang terjadi pada manusia dan atau orang NKRI lebih diakibatkan
pengaruh global, transnasional. Penjajahan melalui kemajuan teknologi. Anak
bangsa pribumi memang sigap 24 jam melahap produk asing. Merasa masuk klas
dunia. Daya sensor psikologis yang berpusat di otak, kalah garang dengan agresi,
intervensi, intimidasi dan invasi ‘barang baru’.
Anak bangsa pribumi, putra-putri asli daerah, bumiputera, sukabumi, generasi
patriot bangsa sibuk mengelola rasa bangga dengan keterasingan diri. Energi
tersedot, emosi terkuras untuk menyesuaikan diri dengan peradaban yang bukan
miliknya. Perut kosong asal otak isi gengsi.
Untuk menjadikan olah kata layak simak, terkadang tulisan yang sederhana
melalui proses yang tidak sederhana. Cari acuan sejenis. Memplagiat, mengoplos
hasil olah kata sendiri. Sinergi antar ragam bahasa berbagai disiplin ilmu. Bahasa
tutur orang jalanan yang acak-acakan menjadi inspirasi. Diunggah dan dipoles.
Tidak ada yang sulit binti rumit. Efek dominonya sederhana, kian dipendam bikin
hati dendam tak kesampaian. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar