barangsiapa meretakkan
maka juga akan merekatkan
Modal abjad, 5 huruf: a, e, k, r, t maka akan dapat disusun kata, lema:
kerat, kerta, ketar, kreta, raket, retak, taker, terak. Tentu dianjurkan buka
kamus bahasa yang ada di nusantara. Karèt, kréta tak masuk hitungan, bilangan walau
karena beda huruf hidup ‘è’, ‘é’ bukan
huruf hidup ‘e’.
Namun bilamana perlu sesuai petunjuk sejarah, di tangan yang tepat atau
pihak bertangan dingin – tak perlu maestro atau mbahé – bisa selaku bahan baku
menjadi karya tulis. Enak disimak dan layak. Soal ada pihak yang tersungging
bibirnya, memang kadar diri seperti itu. Abaikan demi persatuan, kesatuan dan
keutuhan ragam bahasa.
Adagium maupun seloroh senonoh, tentang kehidupan harian sampai menu kontrak
politik lima tahunan tetap layak. Tak menurunkan rasa hormat kepada kawanan
politisi maupun kepada alat negara yang nyata-nyata, terang-terangan telah
berjibaku demi. Imbalan politik dirasa kurang. Perimbangan nikmat dunia pun
belum memadai.
Mana mungkin sekaligus menanggung fungsi (kerat, kerta, ketar, kreta,
raket, retak, taker, terak) sampai cangkem berbusa-busa plus mengacungkan tinju
ke udara sembari teriak “Pancasila di dadaku”. Mempraktikkan sila pertama saja
sampai melampaui, menyalib tujuh turunan, tujuh tanjakan, tujuh simpangan
sebidang sejarah hingga presiden ketujuh. Namanya merah tetap merah. Sekali
ateis memang darah dagingnya. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar