Halaman

Jumat, 24 Juli 2020

malu bertanya disesatkan gembala tersesat


malu bertanya disesatkan gembala tersesat

Awal Orde Lama, lagu “gembala sapi” liwat RRI Studio Nusantara 2 Yogyakarta, tenar tanpa saingan. Bukan karena penyanyinya perempuan, Norma Sanger. Ada juga saat itu lagu yang ngetop, ngehit. Sapi yang lewat jalanan di Yogyakarta menarik gerobak. Sarat batangan bambu. Roda ban hidup atau roda jari-jari kayu kapisan luar cincin besi.

Kelontong sapi dan teletong berceceran di jalan. Berangkat masih gelap tanah, pakai lampu ting. Kelontong tergantung di leher sapi, selaku klakson. Rute rutin membuat sang sapi hafal. Sampai tujuan, misal pasar Beringhardjo, pilot masih lelap. Tanpa aba-aba sapi putar haluan, langsung balik kandang. Tipe lain, gerobag “Irian Barat” karena tedeng samping bergambar pulau Papua sekarang.

Angon bebek masih bisa disaksikan, di desa bagian utara. Atau daerah yang masih bersawah. Balapan jaran di gumuk, Sendowo, Yogyakarta. Burung gagak bebas di udara. Ditambah burung emprit, gelatik. Tak terkecuali burung yang suaranya khas, melengking. Berbunyi sambil terbang. Pratanda berita dukacita.

Beda peradaban masih terjadi tukang gembala. Jelasnya, kawanan kolaborator akibat perjanjian, persekutuan dengan setan. Bebas pikir, tindak, ucap berkoalisi dengan aliran percaya atheisme. Semakin formal konstitusional beratribut partai politik. Modus, menu jam-jaman adalah dilema politik balik adab, ujaran kebencian vs ajaran kebancian. Lewat biro jasa penebar, penabur berita fasik. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar