seloroh senonoh vs
olok-olok politik
Karakter bangsa berpancasila mampu mewujudkan anak bau kencur tampak matang
luar plus dewasa berujar bebas. Sebaliknya, generasi bau tanah, lupa batas
akhir kontrak hidup di dunia. Tua bangka ahli ibadah, wajar. Manusia politik
tak akan mati tua. Walau sejak dini sudah mati angin dan mati gaya.
Semboyan kawanan politisi sipil “kalau bisa rugi bareng, jangan mau rugi
sendiri”. Terpaksa untung bersama usahakan dapat banyak, komplit dan menerus. Pendulum
sejarah bergerak dan tiba-tiba menunjuk ke satu arah. Mengarah ke berbagai tebaran
dan sebaran pijakan ke masa depan tinggal pilih.
Kata, lema ‘untung’ tidak selalu pada zona keberuntungan. Protokol politik
bak juru gadai. Mau untung harus berani rugi. Keberuntungan ibarat tema film
kebenaran. Akan datang belakangan jelang film bubar. Mengilhami pesepak bola
menit-menit terakhir bisa menjungkirbalikkan fakta atau prakiraan, analisa
berharap-harap di atas kertas.
Haluan politik bebas bergaya pralogis, yaitu pakai logika sendiri yang
tidak dipunyai oleh pelogika manapun. Tidak butuh fakta dan kebenaran, lebih fokus
pada aspek khayalan, fantasi ambisi yang bertentangan dengan daya religi diri. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar